Bersedekah dari Usaha yang Halal

Sabda Rasulullah saw, “Barang siapa yang bersedekah (walau) sebesar kurma dari usaha yang baik (halal), dan Allah tidak menerima kecuali yang baik, dan sungguh Allah SWT menerimanya dengan sambutan hangat, lalu melipat gandakannya untuk orang itu seperti kalian mengasuh bayi yang disusuinya, hingga sebesar gunung.” (Sahih Bukhari).

Pisau jika telah berkarat tentunya harus diasah kembali, terlebih lagi keadaan jiwa. Bila tidak bisa menajamkan sendiri maka harus ditajamkan oleh pemiliknya. Oleh sebab itu tajamkan terus. Maksudnya apa? Yaitu selalu benahi dosa-dosa kita dengan istighfar. Dan dari banyaknya dosa yang telah kita perbuat, maka perbanyaklah berbuat amal pahala. Sebagaimana firman Allah SWT, Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan (dosa-dosa). (QS Hud [11]: 114).

Ada pun amal yang bernilai istimewa di pandangan Allah adalah bersedekah, walaupun sebesar kurma (nilainya). Dan dari perbuatan atau pekerjaan yang baik dan halal, maka semakin baik pula balasannya. Maksudnya adalah ketika ingin bersedekah, berupayalah agar sedekah itu dari pekerjaan atau usaha yang paling dijaga sampai ke hal shubhatnya (meragukan). Jangan sampai ada yang haram kecuali hanya hal-hal mulia. Semakin kita berusaha menyempurnakan amal, baik itu sedekah atau lainnya maka Allah akan melimpahkan lebih dari apa yang kita perjuangkan.

Berkaitan sedekah ini, kita bisa mencontoh agungnya budi pekerti Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra. Diriwayatkan bahwa ada dua orang kakak beradik, yang satu kaya raya dan yang satu lagi tidak kaya tapi dermawan. Maka si kakak yang kaya raya ini berkata, “Aku mau pergi haji, aku titip hartaku berupa ladang gandum yang luas ini. Tolong dikeluarkan zakatnya karena kebetulan saat aku berangkat nanti, telah masuk waktu haul untuk membayar zakat, maka keluarkanlah zakatnya.”

Zakatnya tentunya jelas 2,5 persen dan tempat hasil panen gandum telah disiapkan, sebuah gudang besar. Maka kakaknya berangkat haji, setelah pulang perasaannya senang karena ibadah hajinya sudah selesai dan zakat untuk hasil gandumnya sudah diamanahkan kepada adiknya. Dan ketika ia melihat hasil panen di gudangnya, ternyata gudangnya kosong.

Ia berkata kepada adiknya, “Mana hasil panennya? Apa kita belum panen, bukannya sudah waktunya panen?”

Maka adiknya menjawab, “Betul, kita sudah panen kak.”

Si kakak bertanya, “Lalu, sudah dikeluarkan zakatnya?”

Si adik menjawab, “Sudah.”

“Lalu mana sisanya, dicuri orangkah?” lanjut kakaknya bertanya.

Si adik berkata, “Sudah dizakatkan semuanya.”

Si kakak berkata, “Kamu ini mengikuti mazhab siapa, zakat dikeluarkan 100 persen??!!”

Si adik menjawab, “Mazhab Abu Bakr as-Shiddiq ra.”

Memang, Abu Bakar as-Shiddiq menyerahkan semua hartanya untuk Rasuullah, dan meninggalkan keluarganya untuk keridaan Allah dan Rasulullah. Mungkin kita belum bisa sampai ke tingkat itu. Namun, kalau pun seandainya kita belum mampu mencapai tingkat itu, paling tidak kita memahami bahwa ada jiwa-jiwa luhur yang berbuat seperti Abu Bakar as-Shiddiq.

Sebagaimana juga ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Salah satunya adalah seseorang yang memberikan sedekah kemudian merahasiakannya sampai tangan kanannya tidak tahu apa yang dikeluarkan tangan kirinya. Semoga kita dapat menjadikan kebiasan bersedekah sebagai amalan sehari-hari. Ikhlas hanya mengharap rida-Nya. (daaruttauhiid)