Bolehkah Mendoakan Keburukan Bagi Pemimpin yang Dzalim?

DAARUTTAUHIID.ORG | Pemimpin yang tidak menjalankan amanah dengan benar dan malah mengkhianatinya akan menanggung dosa besar serta menghadapi azab yang berat di akhirat. Ketika seorang pemimpin menyimpang dari tugasnya dan menyakiti rakyatnya, maka ia telah melakukan kezaliman yang akan dipertanggungjawabkan.

Menjadi pemimpin memang penuh ujian dan tanggung jawab besar. Namun, jika seorang pemimpin memiliki akhlak mulia, moral yang kuat, dan kapasitas yang baik, maka penyimpangan bisa dihindari. Seorang pemimpin seharusnya bersikap adil, jujur, dan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

Allah SWT telah memberikan peringatan keras kepada mereka yang berbuat zalim, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Asy-Syura ayat 42:

“Sesungguhnya kesalahan hanyalah atas orang-orang yang menzalimi manusia dan berlaku sewenang-wenang di muka bumi tanpa alasan yang benar. Mereka itu akan mendapatkan siksa yang pedih.” (QS. Asy-Syura: 42)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam juga menyampaikan bahwa setiap individu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Dalam hadits lain, beliau bersabda bahwa siapa saja yang diberi amanah untuk memimpin kaum Muslimin, namun tidak memperhatikan kebutuhan mereka dan menutup diri dari kesulitan mereka, maka Allah akan berpaling darinya pada hari kiamat.

Selain itu, ungkapan “Sayyidul qawmi khaadimuhum” (pemimpin adalah pelayan rakyatnya) menunjukkan bahwa seorang pemimpin seharusnya mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan justru menindas mereka.

Bolehkah Mendoakan Keburukan Pemimpin Zalim?

Dalam kondisi tertentu, terutama saat seorang pemimpin berbuat zalim terhadap masyarakat luas atau terhadap urusan agama, para ulama membolehkan umat untuk mendoakan keburukan terhadapnya. Termasuk ketika seseorang dizalimi secara pribadi, ia boleh memohon kepada Allah agar pelaku kezaliman diberi hukuman yang setimpal. (Arga)