Contoh Orang yang Memiliki Sikap Bakhil

DAARUTTAUHIID.ORGBakhil merupakan sikap ‘mencegah memberikan harta’ ketika semestinya memberikan sebagian hartanya untuk sesuatu yang dituntut oleh agama; seperti Zakat, Nafkah keluarga, maupun wakaf.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa tidaklah masuk surga orang yang bakhil atau kikir, meskipun dia merupakan ahli ibadah dan banyak bermacam-macam amalan yang ia kerjakan.

Allah sangat membenci orang orang yang memiliki sifat bakhil. Ibnu Al-Mu’taz pernah berkata bahwa manusia yang paling kikir dengan hartanya namun paling pemurah terhadap harga dirinya.

Maksudnya, dia lebih menjaga harta dibandingkan menjaga kehormatannya sendiri, padahal harta diciptakan Allah Ta’ala yang berguna untuk menjaga keselamatan harga dirinya.

Namun, ia malah lebih suka disebut kikir atau bakhil karena mengorbankan harga diri asalkan mendapatkan harta yang inginkan.

Sebagai contoh ada masyarakat berkumpulan untuk mewakafkan hartanya demi sebuah kebaikan, dengan tujuan membangun sebuah masjid.

Namun, ia tidak mau menyisihkan hartanya, padahal ia memiliki harta dan berkemampuan untuk menyumbang dalam membangun masjid, karena ia telah diperbudak oleh rasa pelit, di mana ia menganggap bahwa lebih mahal uang dibandingkan kehormatannya.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Demi Allah, orang yang Mulia (termasuk orang yang dermawan) adalah orang yang tidak akan meminta haknya secara penuh.”

Artinya orang yang mulia tidak mau mengambil haknya (dalam urusan apapun, seperti uang, makanan, dan sebagainya secara penuh, karena ditakutkan orang lain menjadi tidak mendapatkan haknya atas apa yang harus ia memiliki.

Misalkan ia memiliki hak terhadap 5 buah, maka dia tidak akan mengambilnya secara penuh, mungkin yang diambilnya hanya 4 saja, begitu juga jika menerima takaran atau timbangan, contohnya beras, maka ia tidak mau mengambil lebih.

Dalam Al-Qur’an ada surat yang mengingatkan manusia untuk tidak bersikap bakhil, isinya adalah yang artinya:

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam.” (QS. al-Muthaffifîn 1-6)

Selama kita merasa memiliki harta yang cukup dan ada peluang untuk diberikan kepada orang lain atau kepada hal kebaikan, maka bersegeralah salurkan harta tersebut. Jangan sampai kita termasuk menjadi orang yang bakhil, naudzubillah. (Arga)

Redaktur: Wahid Ikhwan


DAARUTTAUHIID.ORG