Ibrahim dan Ketauhidan kepada Allah SWT

Paham bahwa berhala bukanlah Tuhan, Nabi Ibrahim dengan kecerdikannya langsung merencanakan sesuatu pada Raja Namrud dan para pengikutnya.

Pada suatu hari Raja Namrud melakukan perjalanan keluar kota bersama sebagian besar pengikutnya selam beberapa hari. Wilayah kekuasaan Namrud pun nyaris kosong. Kemudian Nabi Ibrahim masuk dan menghancurkan semua berhala yang ada di wilayah Namrud. Semua patung-patung dihancurkan, meski dia tahu itu adalah buatan ayahnya sendiri.

Nabi Ibrahim as hanya menyisakan satu berhala yang tidak dirusaknya. Itu adalah berhala yang paling besar. Kemudian dia meletakkan kapak yang dipakai untuk menghancurkan patung-patung lainnya di pangkuan berhala satu-satunya yang tak dirusaknya.

Setelah beberapa hari Raja Namrud mengetahui semua berhalanya rusak dan murka. “Siapa yang melakukan semua ini di belakangku?!” teriaknya pada pengikutnya. Salah satu pengikutnya yang kebetulan tidak turut pergi bersama Namrud mengatakan bahwa ada seorang pemuda bernama Ibrahim yang melakukan itu semua. Dipanggillah Nabi Ibrahim untuk menghadap Raja Namrud.

Sang Raja berkata dengan geram: “Wahai Ibrahim, bukankah engkau yang telah menghancurkan berhala-berhala ini?”

“Bukan!” jawab Ibrahim singkat. Mendengar jawaban itu, Raja Namrud semakin geram dan berkata: “Lalu siapa lagi kalau bukan engkau, bukankah kau berada di sini saat kami pergi dan bukankah engkau membenci berhala-berhala ini?”

“Ya, tapi bukan aku yang menghancurkan berhala-berhala itu. Aku pikir, berhala besar itulah yang menghancurkannya, bukankah kampaknya masih berada di lehernya?” sahut Ibrahim dengan tenang.

Raja Namrud membantahnya: “Mana mungkin patung berhala dapat berbuat semacam itu!”. Mendengar hal itu dengan tegas Nabi Ibrahim berkata: “Kalau begitu, kenapa engkau menyembah berhala yang tidak dapat berbuat apa-apa?”

Mendengar pernyataan Ibrahim, para pengikutnya tersadar dan terpikir oleh mereka Tuhan yang selama ini disembah tidak dapat melihat, mendengar, dan bergerak. Namun, Raja Namrud semakin murka.Karena Geram dan kesalnya Raja Namrud, akhirnya ia memerintahkan para tentaranya untuk menghukum Nabi Ibrahim dengan seberat-beratnya. Nabi Ibrahim dihukum mati dengan jalan dibakar hidup-hidup.

Api dinyalakan besar sekali dengan kayu sebagai bahan bakarnya, sementara Nabi diikat dan ditempatkan di tengah-tengah tumpukan kayu. Tetapi Allah lebih berkuasa dalam segala hal. Allah belum menghendaki Nabi Ibrahim mati dan kalah oleh Raja Namrud.

Menyaksikan proses pembakaran itu, Raja Namrud dan para pengikutnya tertawa dengan penuh kepuasan. Mereka mengira, Nabi Ibrahim telah hancur menjadi abu bersama api itu. Namun, begitu terkejutnya mereka setelah api yang menyala dahsyat itu padam. Nabi tiba-tiba berjalan keluar dari puing-puing pembakaran dengan selamat tanpa luka sedikit pun.

Sejak saat itu, pengikut Namrud berpaling dan menjadi umat Nabi Ibrahim untuk terus lurus ke jalan Allah SWT. (Berbagai Sumber)