Kisah Gadis Sang Penjual Susu dan Ibunya

Saudaraku, mari kita ingat kembali kisah seorang gadis dan ibunya. Mereka merupakan penjual susu kambing di masa Khalifah Umar bin Khattab. Pada suatu malam terjadi perbincangan antara sang gadis dan ibunya tersebut.

“Bu, kita hanya mendapat sedikit susu hari ini. Mungkin karena musim kemarau sehingga air susu kambing-kambing kita menjadi sedikit. Kalau padang rumput hijau kembali pastilah kambing-kambing kita bisa gemuk dan air susunya berlimpah ruah,” ucap sang gadis kepada ibunya.

Ayah dari sang gadis ini memang telah tiada. Dia dan ibunya harus bekerja berdua saja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sang ibu yang dari tadi memperhatikan anak gadisnya sontak merasa iba dengan keadaannya. Ia mendekat lalu berkata, “Nak, campurkan saja susu itu dengan air supaya penghasilan kita dari susu ini bertambah.”

Sang gadis terkejut mendengar ucapan ibunya. Ia perhatikan wajah ibunya yang sudah menua dan keriput itu. Ia yakin sang ibu berkata demikian karena rasa iba dan sayang kepada dirinya. Namun ia segera berkata, “Tidak ibu, Khalifah Umar melarang keras penjual susu mencampur susu dengan air. Ia akan menghukum setiap penjual yang berbuat curang kepada pembeli.”

Mendengar ucapan anak gadisnya sang ibu berkata, “Tidak perlu engkau dengarkan khalifah itu. Setiap hari keadaan kita miskin dan tidak akan berubah jika kita tidak berbuat sesuatu!”

Sang gadis tetap menolak ajakan ibunya dengan halus. Ibunya terus membujuk, “Tidak akan ada yang tahu kita mencampur air dengan susu. Tengah malam seperti ini tidak akan ada orang yang keluar rumah. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita.”

Anak gadisnya tetap istiqamah dengan pendiriannya untuk tidak mencampurkan susu dengan air. Ia berkata kepada ibunya, “Wahai ibu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui perbuatan kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap menyaksikan. Allah Ta’ala pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apa pun kita menyembunyikannya. Aku tidak mau melakukan perbuatan curang atau tidak jujur dalam keadaan damai maupun sunyi. Aku yakin Allah Maha Mengawasi segala perbuatan kita setiap saat.”

Ternyata percakapan antara ibu dan anaknya terdengar oleh Khalifah Umar yang memang dari tadi menyimak percakapan itu. Sudah menjadi kebiasaan Khalifah Umar berkeliling setiap malam tanpa diketahui rakyatnya untuk mengetahui secara langsung keadaan mereka.

Keesokan harinya Khalifah Umar memanggil putranya yaitu ‘Ashim bin Umar dan berkata, “Anakku, menikahlah dengan gadis sang penjual susu. Ayah menyukai kejujurannya. Ia tidak takut pada manusia melainkan takut kepada Allah yang Maha Melihat!” ‘Ashim pun menuruti perintah ayahnya.

Dari pernikahan ini kemudian lahirlah cicit yang mulia. Keturunan Umar bin Khattab yang nantinya pun akan menjadi seorang khalifah. Seorang pemimpin yang jujur dan terkenal akan keadilan dan kebijaksanaannya di seluruh negeri. Dialah Umar bin Abdul Aziz. Inilah berkah dari seseorang yang senantiasa mengingat Allah dalam setiap urusannya. Inilah berkah seseorang yang senantiasa berzikir; menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-harinya. (KH. Abdullah Gymnastiar)