Menelusuri Sejarah Masuknya Islam di Museum Islam Indonesia Jombang

Amatlah tepat jika Jombang disebut kota santri. Sebagai salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Jombang memang dikenal sebagai kota yang memiliki banyak pesentren legendaris. Sebut saja nama Pesantren Tebuireng, Pesantren Bahrul Ulum, Pesantren Mamba’ul Ma’arif, dan Pesentren Darul Ulum. Menjadikan Jombang sebagai destinasi religi adalah pilihan tepat. Apalagi kini telah berdiri destinasi religi terbaru yang sangat recomended, yaitu Museum Islam Indonesia Jombang atau lengkapnya dinamakan Museum Islam Indonesia KH Hasyim Asy’ari (MINHA).

Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 18 Desember 2018, museum ini seakan makin menegaskan keberadaan Jombang sebagai kota santri. Apalagi letak museum dibangun tidak jauh dari Pesentren Tebuireng yang didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul ‘Ulama (NU). Oleh karenanya, museum ini pun mengambil nama pendiri NU tersebut sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi beliau.

Museum ini juga berada dalam satu kawasan dengan makam KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), cucu KH. Hasyim Asy’ari dan mantan Presiden Indonesia keempat yang selalu ramai dikunjungi. Sehingga tidak mengherankan jika pengunjung museum juga banyak dari para peziarah makam Gus Dur yang menjadikan tempat ini sebagai pelepas lelah dan media refreshing.

Keunikan Arsitektur
Dibangun di atas lahan seluas 4.9 hektar, MINHA memiliki beberapa arsitektur unik yang bisa dilihat secara kasat mata. Contoh, bangunan atap museum yang memiliki dua atap utama saling menumpuk, salah satunya lebih rendah sehingga tampak seperti orang yang sedang menunduk. Ini merupakan bentuk simbol kiai dan santri, yakni santri yang sedang sungkem atau hormat kepada kiainya.

Contoh lain, model bangunan museum menyerupai piramida yang terpotong atau limas segi empat. Model ini agak kurang lazim bagi bangunan-bangunan di Indonesia, sehingga kesan keunikannya terasa nyata. Selain itu, di depan museum dibangun monumen at-Tauhid berhiaskan 99 Asmaul Husna atau sifat-sifat Allah. Monumen berbentuk kubus ini memiliki air mancur sehingga tak hanya menyajikan keunikan tapi juga menimbulkan kesan keasrian. Apalagi kawasan di sekitar monumen dan museum terdapat taman yang cukup luas. Dijamin akan membuat siapa saja betah berlama-lama menikmati suasananya.

Penghormatan terhadap Para Ulama
Lanjut ke bagian dalam museum, MINHA terdiri dari lima lantai dan sebagaimana lazimnya museum menyajikan beragam koleksi benda-benda bersejarah atau artefak yang berkaitan dengan perkembangan Islam di Nusantara, mulai saat masuknya hingga sekarang. Ada gambar atau narasi yang menceritakan proses awal Islam hadir di Nusantara sampai terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam, membentang dari Aceh hingga Maluku. Semua proses kehadiran Islam ini berlangsung secara damai karena Islam masuk melalui pendekatan budaya. Bukan melalui pendekatan politik atau militer yang cenderung pada pemaksaan dan kekerasan.

Museum Islam Indonesia Jombang juga menyimpan beragam kitab atau buku-buku hasil pemikiran para ulama, termasuk kiprah dari tokoh-tokoh Islam tersebut mulai dari era kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Sepak terjang para ulama dalam meraih dan menegakkan kemerdekaan di Indonesia pun diulas secara lengkap. Beragam informasi itu disajikan agar masyarakat mengenal dan menghargai kontribusi para ulama yang luar biasa bagi negeri ini.

Oleh karenanya, mengunjungi Museum Islam Indonesia Jombang wajib jadi prioritas destinasi wisata religi. Tak hanya menyajikan keelokan bagi mata yang melihatnya, tapi juga menyuguhkan wawasan menyeluruh tentang bagaimana keindahan sejarah masuknya Islam di Nusantara secara damai. (daaruttauhiid)