Mengambil Hikmah dari Teori Big Bang

Jika kita telusuri buku-buku paket pelajaran yang diajarkan sejak usia SMP, di sana tertulis bahwa adanya alam semesta berawal dari sebuah ledakan besar yang  dikenal dengan istilah Big Bang. Big artinya besar, sedangkan Bang artinya ledakan. Jadi, Big Bang artinya ledakan besar, atau orang lebih senang menyebutnya dengan istilah Dentuman Dahsyat. Dan memang teori inilah yang paling kuat dibanding teori penciptaan alam semesta lainnya.

Ada pun poin-poin pokok yang disampaikan dalam teori ini adalah: “Alam semesta mengembang dari keadaan awal yang sangat padat dan panas sekitar 13,7 milyar tahun yang lalu. Lalu mengalami ledakan yang menyebabkan serpihan-serpihan nya terus bergerak mengembang dan menjauh setiap saat dan waktu sampai sekarang dengan kecepatan luar biasa”.

Singkatnya, teori ini mengatakan bahwa ledakan besar ini mampu menghadirkan alam semesta yang terbentang luas sebagaimana yang kita ketahui dan ada sekarang. Sebenarnya ada satu hal dari teori ini yang menyebabkan seseorang tidak akan habis berpikir untuk bertanya, “kok bisa yah”? Hanya karena adanya sebuah ledakan besar, alam semesta yang asalnya tidak ada bisa tiba-tiba menjadi ada dengan hasil yang begitu sempurna dan tertata dengan rapi. Masya Allah.

Kekuasaan Allah

Padahal, kalau kita coba membayangkan sebuah ledakan besar, misalnya ledakan bom atom yang dulu pernah menimpa Hiroshima dan Nagasaki, tentunya kita bisa memastikan bahwa yang terjadi bukanlah adanya sesuatu yang tiba-tiba tercipta dengan selaras dan teratur, yang ada hanyalah kesemerawutan dan kehancuran berkeping-keping. Betul, kan? Dan kenyataannya memang begitu yang terjadi atas Hiroshima dan Nagasaki pasca bom atom.

Dan tentunya, di balik semua keluarbiasaan ini, mesti ada “hal” luar biasa di baliknya. Apakah itu? Yang jelas adalah adanya kekuatan maha hebat yang menghendaki demikian dan memang mampu membuat keluarbiasaan itu. Siapakah Dia?

Akal manusia sangat terbatas. Ia hanya bisa menjangkau sesuatu sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya melalui proses belajar (mendengar, melihat dan berpikir). Sehingga, untuk menjangkau eksistensi Dzat Yang Maha ini akan sangat sulit kecuali pihak Yang Maha tersebut yang memperkenalkan eksistensi diri-Nya.

Berdasarkan surah al-Baqarah [2]: 117, Allah berfirman: “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah”. Lalu jadilah ia.”

Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan hanya bagi Allah, Rabb semesta alam. Tidak ada satupun Dzat Yang Mutlaq seperti-Nya. Allah juga The Unique and The Distinct One, satu-satunya Dzat Yang Maha Unik karena tidak akan pernah ditemukan sekecil apapun persamaan antara Allah dengan selain-Nya (makhluk), sekecil apapun persamaan itu. Agar bisa menjadi ada, Allah tidak membutuhkan pihak lain yang mengadakan (mencipta-Nya). Dan setelah ada, tidak akan pernah ada pihak lain yang bisa menyerupai apalagi meniadakan-Nya.

Sebaliknya, Allah adalah The Only One Creator, satu-satunya Dzat yang menyebabkan setiap yang tidak ada menjadi ada, juga meniadakan semua yang ada menjadi tidak ada. Dan Allah berkuasa membuat yang ada dengan bentuk dan detail yang persis sama sekali (identik), atau belum pernah ada contohnya sama sekali.

Subhanallah, terjawab sudah semua teka-teki ini. Bahwa di balik semua fenomena yang ada, adalah karena kehendak dan kekuasaan Allah Azza wa Jalla. Pantaslah bila dalam surat pembuka al-Qur’an, tepatnya di ayat ke-2 Allah berfirman, “Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.” Ayat ini mengandung arti bahwa kita akan banyak sekali menemukan Kekuasaan dan Kemahaan Allah yang terbentang di alam semesta (termasuk di dalam diri kita) yang bisa menjadi bukti (hujjah) atas eksistensi (keberadaan)-Nya.

Kalau kita telusuri lebih jauh dan mendalam, kita akan dibuat terkagum-kagum dengan Kemahaan Allah yang terbentang di balik semua ciptaan-Nya. Tidak perlu merasa heran bila seorang hujjatul Islam bernama imam Al-Ghazali pernah mengatakan, “man arofa nafsahu faqad arofa Rabbahu – Barang siapa yang telah mengenal dirinya maka ia akan mengenal Rabb-Nya.” (daaruttauhiid)