Mengapa Dilarang Jual-Beli di Masjid?

DAARUTTAUHIID.ORG | Masjid bukan sekadar bangunan. Ia adalah rumah Allah di bumi, tempat sujud dan beribadah, pusat ilmu, dan sarana menyatukan hati umat. Karena kedudukan mulianya, masjid memiliki hukum khusus yang berbeda dengan properti atau aset biasa, masjid tidak boleh diperjualbelikan.

Ketika sebuah bangunan atau tanah diwakafkan untuk masjid, statusnya berubah menjadi milik Allah. Sejak saat itu, kepemilikan manusia terputus dan tidak lagi berlaku hukum jual beli atasnya. Masjid menjadi amanah yang harus dijaga dan dimakmurkan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya selain Allah.” (QS. Al-Jinn: 18)

Ayat ini menegaskan bahwa masjid adalah milik Allah. Maka, bagaimana mungkin sesuatu yang sudah menjadi milik Allah dijual oleh manusia?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Jika suatu tanah telah diwakafkan, maka tidak boleh dijual, diwariskan, atau dihibahkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjelaskan bahwa wakaf, termasuk wakaf masjid, bersifat abadi. Kepemilikannya tidak bisa berpindah tangan, apalagi menjadi komoditas dagang.

Adapun Hikmah Larangan Jual Beli Masjid, di antaranya ialah:

Pertama, Menjaga Kesucian Fungsi Masjid. Masjid dibangun untuk ibadah, bukan sebagai aset komersial. Menjualnya akan merusak tujuan mulia itu.

Kedua, Menghindari Penyalahgunaan Wakaf. Wakaf adalah amanah yang manfaatnya harus terus mengalir. Jika masjid dijual, maka aliran pahala wakaf akan terputus.

Ketiga, Menjaga Kesatuan Umat. Masjid adalah tempat berkumpul tanpa memandang status sosial. Jika bisa diperjualbelikan, masjid bisa berpindah ke pihak yang membatasi atau merusak fungsinya.

Para ulama memang membolehkan pemindahan masjid atau penjualan bangunannya hanya jika tempatnya sudah tidak layak digunakan, rusak parah, atau demi kepentingan yang lebih besar untuk umat. Namun, hasil penjualannya tetap harus digunakan untuk membangun masjid baru, bukan untuk kepentingan pribadi atau komersial.

Masjid adalah rumah Allah, bukan aset yang bisa diperdagangkan. Begitu sebuah bangunan atau tanah diwakafkan untuk masjid, ia menjadi milik Allah dan harus dijaga kesuciannya. Larangan jual beli masjid bukan sekadar hukum, tapi bentuk penghormatan kepada tempat yang menjadi pusat ibadah umat Islam.

Sebab, dari masjidlah cahaya ilmu memancar, persaudaraan terjalin, dan doa-doa umat terangkat ke langit. Menjaganya berarti menjaga cahaya itu agar terus bersinar. (Arga)