Mengutamakan Prinsip Halal dan Thayyib dalam Membangun Usaha

DAARUTTAUHIID.ORG | Dalam Islam, usaha bukan hanya sarana mencari nafkah, melainkan juga bagian dari ibadah. Karena itu, seorang Muslim harus berpegang pada prinsip halal dan thayyib.

Halal berarti sesuai dengan hukum syariat, sementara thayyib bermakna baik, bersih, bermanfaat, dan mendatangkan keberkahan. Allah Ta’ala menegaskan dalam Al-Qur’an:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168).

Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam juga menekankan pentingnya mencari rezeki halal:

“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim).

Hadits ini menjelaskan bahwa segala amal, termasuk usaha dan harta yang kita peroleh, harus berasal dari jalan yang halal dan thayyib. Rezeki yang didapat dengan cara curang, riba, atau merugikan orang lain, meskipun banyak jumlahnya, tidak akan membawa ketenangan. Sebaliknya, rezeki halal meski sedikit akan menumbuhkan keberkahan.

Rasulullah Shallallau ‘alaihi wassalam juga bersabda:

“Barangsiapa mencari dunia yang halal, untuk menjaga diri dari meminta-minta, berusaha untuk keluarganya, dan berbelas kasih kepada tetangganya, maka dia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan wajah seperti bulan purnama.” (HR. Baihaqi).

Hadits ini memberi penegasan bahwa bekerja dan berusaha dengan cara halal bukan hanya mulia di dunia, tetapi juga mendapat kemuliaan di akhirat.

Oleh karena itu, prinsip halal dan thayyib bukan sekadar syarat teknis dalam usaha, melainkan jalan menuju keberkahan hidup. Usaha yang dibangun di atas dasar ini akan lebih dipercaya konsumen, membawa manfaat sosial, sekaligus mendekatkan pelakunya pada ridha Allah Ta’ala. (Arga)