Pentingnya Kebiasaan Membaca

Ada banyak tulisan dan karya dari Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid KH. Abdullah Gymnastiar. Bukan hanya itu saja, kegiatan membaca dan menulis juga mulai menjadi rutinitas para santri di DT.

Fenomena ini merupakan hal menggembirakan bagi kemajuan ummat dalam sisi keilmuan. Karena kebiasaan membaca jika dicermati merupakan perintah Allah yang bernilai ibadah.

ٱقْرَأْ بِٱسْمِ رَبِّكَ ٱلَّذِى خَلَق 

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (QS. al-‘Alaq [96] :1).

Secara bahasa, kata iqra berasal dari akar kata qara’a, yang dimaknai sebagai kegiatan menghimpun, menyampaikan, menelaah, meneliti, mendalami, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca (Membumikan al-Qur’an, 2002). Ulama menafsirkannya untuk teks tertulis dan tidak tertulis. Kata ini diulang hingga dua kali. Yang menandakan Allah yang Maharahim telah memberikan kunci bahwa membaca merupakan keniscayaan jika ingin survive (bertahan) menjalani liku kehidupan.

Fitrah Manusia

Secara fitrah, manusia adalah makhluk Allah yang tinggi rasa ingin tahunya. Sejak masih anak-anak, manusia selalu bertanya akan apa yang dilihat, didengar atau dirasakannya. Artinya, manusia memiliki naluri untuk mencari tahu sesuatu yang belum dipahami. Dan membaca adalah solusi cerdas, perintah mulia agar manusia memperoleh ilmu yang menjadi penerang dalam membedakan hak dan batil.

Ada pun membaca yang dimaksud, tentunya tidak hanya tekstual. Makna membaca dapat juga berupa kebiasan berpikir mendalam, merenung atau menafakuri ayat-ayat alam (qauniyah). Semuanya itu, baik membaca secara tekstual maupun dalam bentuk tafakur atas realita yang terjadi, hendaknya mengarah pada satu tujuan. Yaitu makin mendekatkan kita kepada Allah. Itulah sebabnya, kita dianjurkan untuk berlindung dari ilmu dan amal yang menjauhkan dari rida dan cinta Allah.

Membaca membuat manusia makin mengenal siapa dirinya. Ingatkah ungkapan yang menyebutkan bahwa barang siapa mengenal dirinya, ia akan pula mengenal Tuhannya? Di sinilah budaya membaca menemukan konteks atas ungkapan tersebut. Karena sungguh merugi bila seseorang merasa tahu akan sesuatu padahal sebenarnya ia tidak tahu apa-apa. Dengan membaca, hal itu bisa dihindarkan. Alih-alih merasa diri pintar, justru dengan banyak membaca, ia sadar dirinya bukanlah apa-apa. Masih teramat luas samudera keilmuan yang mesti diarungi dan dipahami.

Membaca juga dapat memperkaya wawasan. Berjenis buku yang dilahap mengajak kita melanglang buana ke seluruh dunia, ke semua peradaban, kembali ke masa lalu atau berkelana ke masa depan. Kita pun bisa menelusuri jejak Rasulullah saw, bersua dengan tokoh-tokoh inspiratif yang mengubah dunia, atau bermain dengan sosok rekaan di alam yang juga imajiner. Membaca menghadirkan dunia kecil, bisa dikunjungi setiap saat, tanpa batas dan tanpa syarat.

Lalu, membaca (belajar) dapat mencegah dari pikun. Dari hasil penelitian para ahli neorologi, menyimpulkan kebiasan membaca dapat sekaligus mengaktifkan kedua belahan otak, kiri maupun kanan. Sel neuron (sel saraf) pun lebih tumbuh dan berkembang dengan optimal. Pantaslah jika banyak penulis dan kaum intelektual yang kian produktif meski telah lanjut usia. Karena mereka mengasah otaknya dengan terus membaca dan belajar. (Eko)

ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi