Sejarah Al-Quran (Bagian 2)

Zaid bin Tsabit dalam menyelenggarakan tugasnya untuk mengumpulkan al-Quran dibantu oleh beberapa anggota lain. Semua anggota tim itu penghafal al-Quran, di antaranya yaitu Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan. Mereka berulang kali mengadakan pertemuan dan mengumpulkan tulisan-tulisan yang dituliskan pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam masih hidup.

Maka dengan usaha badan ini terkumpul al-Quran di dalam shuhuf dari lembaran-lembaran kertas. Ada juga riwayat yang menerangkan bahwa badan tersebut menulis al-Quran dalam shuhuf-shuhuf yang terdiri dari kulit dan pelepah kurma. Inilah masa pengumpulan al-Quran yang pertama.

Selepas Masa Khalifah Abu Bakar

Seperti diterangkan Ustaz Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy pada Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur`an, setelah Khalifah Abu Bakar wafat, shuhuf-shuhuf dipegang oleh Khalifah Umar. Menurut suatu riwayat, Umar menyuruh menyalin al-Quran dari shuhuf-shuhuf itu pada suatu shahifah atau lembaran. Namun pendapat ini dibantah oleh sebagian ahli ilmu.

Selepas Khalifah Umar wafat, shuhuf atau shahifah itu disimpan oleh anak beliau yakni Hafshah. Nyata dari berbagai riwayat bahwa Zaid bin Tsabit menyempurnakan pentadwinan shuhuf di masa Khalifah Abu Bakar. Dan terang pula dari berbagai riwayat, bahwa yang menyimpan shuhuf itu ialah Khalifah.

Mula-mulanya disimpan oleh Abu Bakar, sesudah itu oleh Umar dan sesudahnya oleh Hafshah. Ada pun sebabnya shuhuf tersebut disimpan oleh Hafshah, tidak oleh Khalifah Utsman sebagai khalifah adalah karena Hafshah itu istri Rasulullah dan anak Khalifah Umar. Sebab kedua karena Hafshah itu seorang yang pandai menulis dan pandai membaca.

Ada pun sebabnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab tidak menyuruh menyalin banyak adalah karena shuhuf-shuhuf itu hanya menjadi manuskrip original saja. Bukan untuk dipergunakan oleh orang-orang yang hendak menghafalnya. Para sahabat yang telah belajar al-Quran pada masa Rasulullah, masih banyak yang hidup dan para pelajar al-Quran yang mengajar secara hafalan pun masih banyak.

Perselisihan Qiraat

Sesudah beberapa tahun pada pemerintahan Utsman, ada beberapa peristiwa yang menggerakkan para sahabat. Yang mana bertujuan supaya meninjau kembali shuhuf yang telah ditulis oleh Zaid bin Tsabit. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Anas, bahwa Hudzaifah Ibnul Yaman datang kepada Utsman setelah memerangi penduduk Syam dalam peperangan mengalahkan Armenia dan Azerbaijan.

Beliau bersama-sama penduduk Irak melihat hebatnya perselisihan masyarakat dalam soal qiraat. Hudzaifah meminta kepada Khalifah Utsman supaya lekas memperbaiki keadaan itu; lekas menghilangkan perselisihan bacaan agar umat Islam jangan berselisih mengenai kitab mereka. Sebagaimana keadaan orang-orang ahli kitab dahulu yakni Yahudi dan Nasrani.

Maka Khalifah Utsman meminta kepada Hafshah binti Umar supaya memberikan shuhuf-shuhuf yang ada padanya untuk disalin ke dalam beberapa mushaf. Sesudah itu akan dikembalikan lagi shuhuf-shuhuf tersebut kepada Hafshah binti Umar. Selepas shuhuf-shuhuf itu diterima, Khalifah Utsman pun menyuruh Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin dari shuhuf-shuhuf itu menjadi beberapa mushaf.

Pedoman yang diberikan kepada badan tersebut yakni jika terjadi perselisihan qiraat, hendaklah ditulis menurut qiraat orang-orang Quraisy. Hal ini karena al-Quran diturunkan dengan lisan Quraisy. Setelah selesai mereka menjalankan kewenangan tersebut, shuhuf-shuhuf itu dikembalikan kepada Hafshah.

Kemudian Khalifah Utsman mengirim ke setiap kota besar satu buah mushaf. Beliau pun memerintahkan supaya membakar segala sahifah-sahifah atau mushaf-mushaf selain yang ditulis oleh badan yang terdiri dari empat orang ini.

Menurut riwayat Ibnu Abu Daud ada 12 orang anggota badan ini dan disepakati bahwa Zaid bin Tsabit yang mengepalai badan tersebut. Pada masa Abu Bakar dan Umar masing-masing penulis berhak memegang tulisannya. Akan tetapi oleh karena yang demikian membawa kecederaan dan telah menimbulkan perkelahian, maka dirasa perlu untuk menyeleraskan hal itu. Menentukan kalimat yang dimasukkan ke dalam mushaf walaupun bunyi qiraat masih bisa berlainan. Badan ini tidak mengerjakan selain daripada menyalin ke dalam mushaf saja. (Gian)