Status Harta Benda yang Tidak Boleh Diwakafkan

[DAARUTTAUHIID.ORG]- Salah satu konsep dalam membangun kesejahteraan masyarakat ialah dengan konsep wakaf. Wakaf bisa dipahami sebuah amalan yang memiliki pewakaf, lazim disebut wakif, untuk diserahkan sebagian harta benda yang dimiliki seseorang untuk dimanfaatkan untuk kepentingan umum sesuai menurut syariah, baik sementara maupun selamanya.

Harta benda yang diwakafkan dalam bentuk tanah atau bangunan. Namun, perkembangan saat ini seperti uang, logam mulia, saham, dan lain-lainya. Pertanyaannya apakah diperbolehkan berwakaf dengan hal tersebut? Untuk meminimalisir perselisihan yang muncul maka dibutuhkan penjelasan mengenai syarat-syarat wakaf, semisal tidak ada ikrar wakaf dalam mengikrarkan wakaf tersebut. .

Dalam Pasal 40 UU Wakaf disebutkan bahwa mengatur secara khusus perubahan atau pergantian status harta benda wakaf. Ada tujuh perbuatan hukum yang dilarang dilakukan dalam proses perubahan di antaranya: harta benda yang dijadikan jaminan untuk suatu tertentu, disita oleh lembaga atau instasi lain, telah dihibahkan, sudah jelas status jual-belinya, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan lainnya.

Pasal 67 UU Wakaf memuat ancaman pidana bagi siapapun yang melakukan perbuatan terlarang sebagaimana dimaksud Pasal 40 UU Wakaf. Tidak hanya mengancam warga, orang yang mengelola harta benda wakaf (nazhir) pun dapat dihukum jika melakukan perubahan peruntukan harta wakaf tanpa izin.

Mengingat persoalan hukum yang timbul, maka perubahan status harta benda wakaf juga dibuat secara jelas dan detail. Bahkan selevel Menteri Agama sekalipun tidak dapat sembarangan memberikan izin perubahan status. Setidaknya ada 3 hal yang harus dipertimbangkan Menteri Agama, selain pandangan BWI (Badan Wakaf Indonesia). Pertama, Menteri harus mampu menjamin bahwa perubahan harta benda wakaf digunakan untuk kepentingan umum sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan sesuai peraturan perundang-undangan, kemudian juga tidak bertentangan dengan syariah. Kedua, harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf yang telah dilakukan. Ketiga, memastikan bahwa pertukaran yang dibuat untuk kepentingan umat secara langsung atau mendesak.

Menteri juga harus melihat dengan teliti pada harta benda yang diwakafkan. Pertama, harta benda yang melakukan penukaran harus memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, nilai dan manfaat harta yang melakukan penukaran benda sebaiknya lebih tinggi, atau minimal sama dengan harta benda wakaf semula.

Kesimpulannya ialahbahwa perbuatan hukum yang mengakibatkan perubahan status hukum harta benda wakaf tidak bisa sembarangan dilakukan. Ada implikasi hukum perdata, agama, dan pidana jika larangan tersebut dilanggar.