Syarat Hutang Piutang yang Harus Dipenuhi dalam Islam

DAARUTTAUHIID.ORG | Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu bentuk interaksi sosial yang diakui dan dibolehkan dalam Islam adalah praktik hutang piutang, selama dilakukan dengan cara yang benar dan niat yang tulus.

Hutang piutang dalam Islam bukan sekadar transaksi keuangan, tetapi juga bagian dari ibadah sosial yang dapat mendatangkan pahala, apabila dilandasi dengan semangat tolong-menolong dalam kebaikan (ta’awun alal birri wat taqwa).

Hal ini menjadi sarana penting untuk membantu saudara seiman yang tengah mengalami kesulitan ekonomi, seperti kebutuhan mendesak untuk pengobatan, pendidikan, atau usaha kecil.Pertama, Niat Tolong-Menolong, Bukan Mencari Keuntungan.

Hutang piutang dalam Islam harus diniatkan untuk membantu, bukan mencari laba. Pemberi hutang tidak boleh mengambil keuntungan tambahan (riba). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Setiap piutang yang menghasilkan keuntungan adalah riba.” (HR. Al-Harits bin Abi Usamah)

Kedua, Tertulis dan Disaksikan

Al-Qur’an menegaskan pentingnya mencatat utang, meskipun kecil. Ini mencegah kelalaian dan perselisihan. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-Baqarah: 282)

Disaksikan dua orang yang adil juga dianjurkan untuk menjamin keabsahan.

Kedua, Batas Waktu yang Jelas

Perlu kesepakatan batas waktu pelunasan. Dalam Islam, tidak boleh memaksa orang membayar di luar kemampuannya. Allah berfirman:

“Jika (orang yang berutang) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia memperoleh kelapangan…” (QS. Al-Baqarah: 280)

4. Tidak Memberatkan atau Mempermalukan

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Barangsiapa memberi tangguh (pelunasan) kepada orang yang kesulitan atau membebaskan (utang) darinya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya pada hari tidak ada naungan selain naungan-Nya.” (HR. Muslim)

Misalkan ada seseorang meminjam uang Rp5 juta untuk biaya berobat. Pemberi utang dan penerima sepakat bahwa pelunasan dilakukan dalam waktu 3 bulan, dengan surat perjanjian dan dua saksi. Ketika penerima utang kesulitan membayar, si pemberi memberi tenggang waktu tambahan bahkan sebagian utang diikhlaskan. Inilah praktik utang piutang yang sesuai syariat, penuh kasih dan keadilan.

Semoga kita dapat memenuhi syarat-syarat dalam melakukan hutang piutang sebagai bentuk tolong-menolong antarsesama. (Arga)