Tokoh Islam yang Berperan dalam Kemerdekaan Indonesia
DAARUTTAUHIID.ORG — Kemerdekaan Negara Republik Indonesia tidak akan pernah lepas dari peran tokoh-tokoh Islam atau ulama pada masa itu. Oleh karenanya dalam momen memperingati hari kemerdekaan 17 Agustus, kita perlu mengingat kembali peran umat Islam.
Karena dalam sejarah, umat Islam ikut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, agar kita mengetahui bahwa umat Islam punya saham besar dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Dari sekian banyaknya pahlawan Islam Indonesia, berikut ini adalah pahlawan muslim yang mempunyai peran dalam proses menuju kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah:
1. Sultan Agung
Sultan Agung Anyokrokusumo lahir tahun 1591 di Yogyakarta. Ia adalah cucu dari Sutawijaya atau yang lebih dikenal dengan Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram.
Sejak tahun 1613 Sultan Agung berkuasa di kerajaan Mataram dengan keagungan dan kebijaksanaannya ia berusaha mempersatukan seluruh Jawa.
Wawasannya tidak terbatas pada bidang politik dan ekonomi tetapi juga pada bidang kebudayaan yang luas dan menjangkau jauh ke depan.
Sultan Agung merupakan putra Indonesia pertama yang menyerang Belanda secara teratur dan besar-besaran.
2. Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir pada tahun 1631 di Ujung Pandang. Ia merupakan putera kedua Sultan Malikusaid, Raja Gowa ke-15.
Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah.
Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah Timur Indonesia yang menguasai lalu lintas perdagangan.
Pada tahun 1666 dibawah pimpinan Cornelis Speelman, Belanda berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tapi belum berhasil menundukkan Gowa.
Pertempuran terus berlangsung, sehingga Gowa semakin lemah dan tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan perdamaian Bongaya.
3. Tuanku Imam Bonjol
Peto Syarif yang lebih dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol, lahir pada tahun 1772 di Kampung Tanjung Bunga, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.
Ia juga pendiri Negeri Bonjol, sebuah desa kecil yang diperkuat dengan benteng dari tanah liat.
Pertentangan kaum adat dengan kaum paderi (kaum agama) melibatkan Imam Bonjol dalam perlawanan melawan Belanda.
Belanda menyerang Sumatera Barat dan dapat menguasai Bonjol pada tahun 1832, tiga bulan kemudian Bonjol dapat direbut kembali.
Setelah berulang kali mencoba selama tiga tahun Bonjol dapat diserbu Belanda pada tanggal 16 Agustus 1837.
4. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro, nama kecilnya Raden Mas Ontowiryo lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta.
Ia adalah putera Sultan Hamengkubuwono III. Pangeran tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.
Ia kemudian bertekad melawan Belanda. Kediaman Pangeran di Tegalrejo diserang Belanda pada 20 Juli 1825.
Pangeran Diponegoro kemudian pindah ke Selarong, sebuah daerah berbukit-bukit yang dijadikan markas besarnya.
5. Teungku Cik Di Tiro
Muhammad Saman, yang kemudian dikenal dengan nama Teungku Cik Di Tiro, adalah pahlawan dari Aceh. Ia adalah putra dari Teungku Sjech Ubaidillah. Sedangkan ibunya bernama Siti Aisyah, putri Teungku Sjech Abdussalam Muda Tiro.
Ia lahir pada tahun 1836, bertepatan dengan 1251 Hijriah di Dajah Krueng kenegerian Tjombok Lamlo, Tiro, daerah Piciie, Aceh.
Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat. Ketika ia menunaikan ibadah haji di Mekah, ia memperdalam lagi ilmu agamanya.
Selain itu tidak lupa ia menjumpai pimpinan-pimpinan Islam yang ada di sana, sehingga ia mulai tahu tentang perjuangan para pemimpin tersebut dalam berjuang melawan imperialisme dan kolonialisme. (Arga)
Redaktur: Wahid Ikhwan