Hati-hati, Saat Musibah sebagai Azab

Azab adalah musibah yang menimpa orang-orang kafir. Mereka yang mengingkari Allah SWT sebagai Rabb-nya, dan mereka hidup bergelimang maksiat maupun dosa. Dalam kisah-kisah orang terdahulu kita banyak sekali membaca bagaimana mereka yang mengingkari Allah, menolak seruan para nabi dan rasul, kemudian Allah menimpakan bencana sebagai azab atas pembangkangan mereka. Sebagaimana azab yang pernah jatuh kepada kaum Nabi Luth dan kaum Nabi Nuh.

Azab yang pernah ditimpakan oleh Allah terhadap kaum Nabi Luth tercantum di dalam al-Quran sebagaimana firman-Nya, “Para utusan (malaikat) berkata: ‘Hai Luth, sesungguhnya Kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?’ Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Huud [11]: 81-81)

Seperti kita ketahui kaum Nabi Luth adalah kaum yang menolak seruan Nabi Luth untuk menyembah Allah. Mereka pun bergelimang dosa disebabkan kecenderungan mereka yang menyukai sesama jenis (homoseksual). Berbagai upaya telah dilakukan Nabi Luth untuk mengajak mereka bertobat dan kembali pada kebenaran. Tetapi, mereka tetap bebal.

Allah SWT juga menurunkan azab kepada kaum Nabi Nuh disebabkan kemusyrikan mereka yang menyembah patung-patung, dan menolak ajakan Nabi Nuh untuk menyembah Allah SWT. Hampir seribu tahun lamanya Nabi Nuh berdakwah di tengah-tengah mereka, tapi yang mau mengikuti seruannya hanya segelintir orang saja.

Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zalim. Maka Kami selamatkan Nuh dan penumpang-penumpang bahtera itu dan Kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia.” (QS. al-Ankabut [29]: 14-15)

Dan, masih sangat banyak kaum terdahulu yang binasa karena azab akibat perbuatan mereka sendiri, yaitu pengingkaran terhadap Allah, dan perbuatan-perbuatan buruk mereka. Kaum ‘Ad yaitu kaum Nabi Hud, binasa oleh topan badai yang menimbun mereka. Kaum Madyan yaitu kaum Nabi Syuaib, binasa oleh hawa panas akibat perbuatan buruk mereka yang suka curang dalam berdagang seperti mengurangi timbangan. Kaum Saba yaitu kaum Nabi Sulaiman, mereka enggan menyembah Allah SWT, sehingga Allah timpakan azab terhadap mereka dengan kehancuran bendungan besar.

Kisah-kisah kaum yang ditimpakan azab oleh Allah ini adalah untuk kita jadikan pelajaran. Agar apa yang pernah terjadi di masa lalu tidak terjadi kembali di masa sekarang. Agar apa yang pernah diperbuat oleh kaum-kaum terdahulu, tidak dilakukan oleh orang-orang di zaman sekarang.

Sekaligus menjadi pelajaran juga supaya kita bisa saling mengingatkan. Mengapa? Karena ternyata sebagian dari perbuatan yang pernah dilakukan kaum-kaum terdahulu itu rupanya terjadi pula di zaman sekarang. Perbuatan kotor dan hina berupa homoseksual sekarang sudah terjadi lagi, bahkan sebagian orang yang buta hatinya malah membela keberadaan penyakit ini dengan dalih hak asasi. Padahal sangat jelas bahwa perbuatan ini menyalahi sunnatullah dan mengundang datangnya azab Allah SWT. Na’udzubillahimindzalik. 

Demikian juga perbuatan curang seperti mengurangi timbangan dalam berdagang. Banyak sekali terjadi di tengah-tengah kita. Ada minyak yang dikurangi timbangannya, ada tabung gas yang dikurangi isinya, dan lain sebagainya.

Allah berfirman, “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?” (QS. al-Muthaffifin [83]: 1-6)

Dalam sebuah riwayat disebutkan Ibnu Abbas menerangkan tentang sebab turunnya ayat ini, yaitu manakala Rasulullah saw tiba di Kota Madinah. Ada banyak penduduk dari kota ini yang punya kebiasaan curang dalam takaran. Maka, Allah menurunkan ayat ini kepada beliau, sehingga orang-orang tersebut memperbaiki takaran mereka. (HR. Nasai)

Saudaraku, kita wajib senantiasa berbaik sangka kepada Allah SWT, bahwa musibah yang sedang menimpa kita saat ini bukanlah sebagai azab, melainkan sebagai ujian atau peringatan. Allah sangat besar kasih sayang-Nya kepada kita, senantiasa memperhatikan kita dan ingin supaya kita selalu mendekat kepada-Nya. (KH. Abdullah Gymnastiar)