Belajar dari Utsman bin Affan
Salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang dikenal kaya raya tetapi juga sangat dermawan ialah Utsman bin Affan. Kedermawanannya tak diragukan lagi dan terukir dengan tinta emas dalam sejarah umat Islam. Salah satu jejak amal jariyahnya yang sangat fenomenal dan masih ada hingga kini yaitu sebuah rekening atas nama Utsman bin Affan.
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, Kota Madinah pernah dilanda paceklik yang cukup panjang. Akibatnya sumur-sumur air pun kering. Satu-satunya sumber air yang masih terdapat airnya ialah sumur milik seorang Yahudi. Namanya Sumur Raumah. Namun siapa yang ingin mengambil air dari sumur itu harus membeli kepada Yahudi tersebut dengan sejumlah uang. Hal ini sangat memberatkan kaum muslimin ketika itu.
Rasulullah sang kekasih Allah yang lembut hatinya ini merasakan keprihatinan yang mendalam melihat kondisi umatnya. Kemudian beliau bersabda, “Wahai sahabatku siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga Allah Ta’ala.” (HR. Muslim).
Mendengar seruan tersebut, Utsman segera menyambutnya dengan mendatangi Yahudi itu dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Namun Yahudi itu bersikukuh tidak menjualnya. Ia berkata, “Utsman jika sumur ini aku jual kepadamu maka aku tidak akan memiliki lagi sumber penghasilan yang biasa aku dapatkan setiap hari.”
Utsman bin Affan yang sudah bertekad bulat untuk meraih surga Allah tidak kehabisan akal. Utsman terus berupaya menawar kepada Yahudi itu. Utsman berkata, “Bagaimana kalau aku membeli setengah bagian dari sumur itu darimu?”
Dengan terheran-heran Yahudi itu bertanya, “Bagaimana maksudmu Utsman?”
“Begini jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini secara bergantian. Satu hari sumur ini milikku, keesokan harinya sumur itu milikmu. Kemudian lusa sumur itu milikku. Begitu seterusnya saling bergantian setiap hari.”
Mendengar penawaran Utsman, Yahudi itu pun berpikir dan berbicara dalam hatinya bahwa dia bisa mendapatkan jumlah uang yang cukup besar tanpa harus kehilangan sumurnya. Akhirnya Yahudi itu menyetujui penawaran Utsman dan pada hari kesepakatan tersebut sumur itu berstatus milik Utsman sebagian.
Segera saja Utsman mengumumkan kepada penduduk Madinah untuk mengambil air dari Sumur Raumah secara gratis. Tak lupa Utsman menghimbau mereka supaya mengambil air untuk dua hari karena besok sumur itu statusnya bukan lagi miliknya. Himbauan itu pun dituruti oleh mereka. Akhirnya keesokan harinya ketika sumur itu dimiliki si Yahudi, Sumur Raumah pun sepi dari pembeli air. Karena penduduk telah memiliki cadangan air di rumahnya masing-masing yang telah diambil pada hari sebelumnya.
Melihat kenyataan ini si Yahudi pun datang kepada Utsman dan memintanya untuk membeli setengahnya lagi dari hak kepemilikan sumur itu. Utsman pun setuju dan dengan harga 20.000 dirham, Sumur Raumah pun resmi menjadi milik Utsman. Kemudian Utsman bin Affan mewakafkan sumur itu agar airnya bisa dimanfaatkan oleh siapa saja, tak terkecuali si Yahudi mantan pemiliknya. (KH. Abdullah Gymnastiar)