Jangan Sepelekan Bau Tubuhmu

Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka, ‘Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).’” (QS. Yusuf, 12:94)

Aroma tubuh? Aaah, kita kerap menyepelekannya bahkan tidak menyukainya. Maka, tidak jarang orang menghujatnya. Padahal, di dalam bau atau aroma tubuh manusia tersimpan kuasa dan kebesaran Allah Azza wa Jalla. Bau tubuh adalah tanda cinta dari-Nya. Bau tubuh adalah objek di mana kita ber-Iqra kepadanya. Bau tubuh, pada gilirannya, bisa mempertebal keimanan dan keterpukauan akan kemahabesaran-Nya. Itulah mengapa, bau tubuh termasuk salah satu hal unik yang dibahas dalam Al-Quran.

Mari kita lihat, bagaimana bau tubuh bisa melekatkan hubungan antara orangtua, terkhusus ayah, dengan anaknya.

Para pembaca yang budiman, walau hanya mewariskan 25 persen saja dari unsur genetikanya, peran seorang ayah bagi anaknya tidak mungkin bisa dinafikan. Berbicara tentang perasaan, seorang ayah pun pasti memiliki ikatan emosional yang tinggi dengan buah hatinya, walau intensitasnya tidak sebanyak ibu.

Terkait hal ini, ada satu kisah legendaris yang layak kita renungkan, yaitu kisah Nabi Yakub as. dengan putranya, Nabi Yusuf as. Kita simak kisahnya dalam surah Yusuf ayat 93-96 berikut.

“(Yusuf berkata), ‘Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku’.

 Tatkala kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka, ‘Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)’.

Keluarganya berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu’.

 Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diletakkannya baju gamis itu ke wajah Yakub, lalu kembalilah dia dapat melihat. Berkata Yakub, ‘Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya’.”

***

Dalam kisah ini tergambar jelas, betapa tulus, ikhlas, serta sayangnya seorang ayah (yang beriman) kepada putranya. Perasaan ini kemudian mampu mengaktifkan reseptor (penerima) yang ada di organ-organ pengindra Nabi Yakub. Tanpa disadari, walau jarak dan waktu telah memisahkan mereka, perasaan di antara mereka tetap terjalin kuat. Padahal, ketika itu Yusuf ada di Mesir sedangkan ayahandanya ada di Palestina. Mereka pun telah terpisah selama puluhan tahun.

Yang menarik, walau Yusuf hanya ”mewakilkan” gamisnya saja, Nabi Yakub sudah bisa merasakan kehadiran serta ”bau tubuh” putranya tersebut. Bahkan, dengan perantaraan ”bau tubuh” yang hadir bersama gamis Yusuf, Allah Ta’ala berkenan menyembuhkan kebutaan Nabi Yakub.

Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena indra penciuman tidak hanya sensitif terhadap bau-bauan, akan tetapi sensitif pula terhadap karakter elektromagnetik suatu benda. Dalam kisah ini, gamis yang diterima Nabi Yakub telah terpengaruh (terinterferensi) oleh karakter elektromagnetik Nabi Yusuf. Akibatnya, ketika didekatkan ke indra pembau, ada reseptor di hidung yang meneruskan gelombang elekromagentik dari baju tersebut ke otak. Bukan hanya baunya yang diterima, tetapi juga karakter pemakainya yang telah meng-interferensi gamis tersebut. Jadi, ada unsur Yusuf dalam baju tersebut yang bisa dirasakan Nabi Yakub. Itulah mengapa, walau sudah dicuci atau terkena debu, Nabi Yakub tetap bisa merasakan bau Yusuf yang sangat dikenalnya.

***

Fenomena ”aroma tubuh” tidak hanya berlaku bagi Nabi Yakub, yang notabene dimuliakan serta diistimewakan oleh Allah Ta’ala. Fenomena aroma tubuh pun berlaku bagi setiap orang, walau kadar dan sensitivitasnya berbeda-beda.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kita dapat menggunakan penciuman sekurang-kurangnya untuk membedakan diri kita dengan orang lain, atau antara pria dengan perempuan. Sejumlah subjek memakai pakaian yang serupa selama 24 jam tanpa mandi dan menggunakan deodoran. Kemudian, pakaian-pakaian tersebut dikumpulkan peneliti. Setelah itu, kepada subjek diberikan tiga pakaian: satu pakaian dia sendiri, lalu pakaian pria lain, dan satunya lagi pakaian perempuan lain. Berdasarkan baunya saja, sebagian besar subjek dapat mengidentifikasi pakaiannya sendiri, dan menunjukkan mana yang dipakai perempuan dan mana yang dipakai pria (Russel, 1976 dalam Atkinson, 1994).

Hal ini bisa dipahami, apabila bau pakaian orang lain saja bisa diidentifikasi, apalagi pakaian orang-orang yang disangat disayangi, seperti halnya anak dan istri. Bukankah kita sangat mengenal bau mereka?

Maka, kalau kita seorang ayah, perkuat hubungan kita dengan anak-anak kita. Hirup bau tubuhnya, berikan dekapan dan sentuhan kasih sayang plus kata-kata penuh doa, hal semacam ini in syaa Allah akan semakin melekatkan hubungan kita dengan mereka. (Tauhid Nur Azhar)