Membelanjakan Harta untuk Hal yang Kurang Prioritas

Membelanjakan Harta untuk Hal yang Kurang Prioritas

Contoh membelanjakan harta untuk hal yang kurang prioritas misalkan perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang kaya dan tertipu. Orang-orang yang tergolong dalam kelompok ini adalah bermacam-macam.

Salah satunya ialah orang yang sangat berambisi untuk membangun masjid-masjid, sekolah-sekolah, jembatan-jembatan, yang tampak pada mata orang banyak, kemudian mengukir nama-nama mereka pada batu prasasti agar nama mereka senantiasa diingat dan tetap dikenang walaupun mereka telah meninggal dunia serta diketahui bahwa itulah hasil peninggalan mereka. Mereka menyangka bahwa dengan melakukan perbuatan itu, mereka mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala namun sebenarnya mereka tertipu dalam dua hal.

Pertama, mereka membangun proyek-proyek itu dari harta kekayaan yang mereka peroleh melalui kezaliman, perampasan, dan sogokan (risywah) serta dari hal-hal yang terlarang. Dengan cara pencarian harta kekayaan seperti ini berarti mereka telah mendapatkan satu kemungkaran dari Allah Ta’ala serta kemungkaran ketika memanfaatkannya.

Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram.” (HR. Bukhari).

Seharusnya mereka mencegah diri untuk tidak memperoleh harta kekayaan itu. Karenanya, mereka harus bertobat dan kembali kepada Allah, mengembalikan harta kekayaan itu kepada orang yang berhak memilikinya, yaitu dengan cara mengembalikan barangnya atau menggantikan nilai barang tersebut apabila mereka tidak dapat mengembalikan barangnya. Kalau pun tidak dapat mengembalikan barang-barang itu kepada pemiliknya, mereka wajib mengembalikannya kepada ahli warisnya. Jika orang yang dizalimi itu tidak mempunyai ahli waris, dia harus menafkahkan harta itu untuk kemaslahatan yang paling penting. Barangkali tindakan yang paling penting ialah mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, sayang sekali mereka tidak melakukannya karena khawatir perbuatannya tidak banyak diketahui oleh mata manusia. Oleh karena itu, mereka mendirikan bangunan dengan tujuan memamerkan amal perbuatannya dan memperoleh pujian dari manusia serta berambisi untuk mengekalkan amal perbuatannya agar pada masa yang sama nama buruknya juga ikut terabaikan.

Kedua, mereka menyangka bahwa amalan perbuatan itu mereka lakukan dengan ikhlas dan bertujuan baik karena menafkahkan harta kekayaan untuk membangun gedung-gedung. Akan tetapi, kalau Salah seorang di antara mereka dimintai sumbangan satu dinar dan namanya tidak diabadikan sebagai penyumbang maka hatinya tidak condong untuk memberikan sumbangan itu, padahal Allah Ta’ala maha mengetahui amal perbuatannya, baik namanya ditulis sebagai penyumbang maupun tidak. Misalkan orang itu tidak memerlukan pujian orang, tapi hanya karena Allah maka mengapa dia harus berlaku seperti itu.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ  كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ  فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ  لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria (pamer) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 264). Wallahu a’lam bishowab.

(Wahid)