Mengambil Hikmah dari Kisah Nabi Musa dan Anak yang Saleh

[DAARUTTAUHIID.ORG]- Di kalangan Bani Israil ada seorang kaya raya bernama Syam`un. Dia mempunyai saudara sepupu yang fakir bernama Uhaihah. Tidak ada ahli waris selain dirinya. Ketika orang kaya tersebut tidak lekas mati, maka Uhaihah membunuhnya agar dia dapat mewarisi hartanya.

Untuk menutupi kesalahannya, Uhaihah membawa mayat Syam`un ke pinggir kota. Tujuannya supaya penduduk kedua kota saling menuduh satu sama lain.

Pagi itu, mayat Syam`un ditemukan oleh Yahuda yang saat itu ditemani istrinya. “Mayat siapa ini suamiku?”

“Dia Syam`un pedagang kaya yang tinggal di tengah kota. Aku juga mengenalnya”

Mereka pun segera memberitahukan kematian Syam`un kepada keponakannya Uhaihah. Agar tidak dicurigai, Uhaihah menampakkan rasa terkejut dan meratap keras.

Uhaihah menuduh penduduk kota sebelah yang melakukan. Itu sebabnya penduduk kota Uhaihah berbondong-bondong hendak menyerbu kota sebelah. Rencana penyerangan itu tercium penduduk kota tetangga. Mereka pun bersiap-siap menyongsong kedatangan kota Uhaihah.

Ketika suasana semakin memanas, seorang kakek tua muncul dan berusaha untuk meredakan ketegangan. “Saudara sekalian jangan biarkan setan menguasai kalian. Kalian telah termakan fitnah atas kematian saudagar renten ini. Aku yakin kalian semua membencinya karena dia adalah orang terkaya yang sukses membungakan uang,” katanya.

“Kakek, caranya berdagang bukan alasan untuk membenarkannya dibunuh,” ujar penduduk kota Uhaihah

“Ya…, engkau benar. Tapi kematiannya juga bukan alasan yang tepat untuk bertikai. Sekarang temui Nabi Musa . Bukankah di tengah-tengah kita ada seorang Rasul? Adukan perkara ini kepada beliau”

Mereka pun menemui Nabi Musa AS. Nabi Musa pun tertegun, sesaat kemudian masuk dan berdoa. Ia memohon kepada Allah Ta’ala agar membantunya memecahkan masalah ini. Tak lama kemudian Nabi Musa keluar dan memerintahkan mereka agar menyembelih sapi.

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. (QS. Al-Baqarah: 67).

Al-Mudzahhabah

Ketika orang-orang mengetahui bahwa menyembelih sapi merupakan rencana dari Allah Ta’ala, maka mereka menanyakan ciri-ciri sapi tersebut kepada Nabi Musa AS.

Ternyata di balik hal tersebut ada hikmah besar, yaitu bahwa di kalangan Bani Israil terdapat orang saleh. Dia punya anak laki-laki yang masih kecil. Dia juga memiliki anak sapi betina. Dia membawa anak sapi tersebut ke dalam hutan dan berkata, “Ya Allah, saya menitipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku kelak jika dia dewasa.”

Selanjutnya orang saleh ini meninggal dunia, sehingga anak sapi ini masih di hutan sampai bertahun-tahun. Anak sapi itu berlari setiap kali dilihat oleh orang. Ketika anak orang saleh tadi telah dewasa, dia menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

Tiap pagi dia mencari kayu bakar yang ditaruh di punggungnya, lalu datang ke pasar untuk menjual kayunya itu. Kemudian dia menyedekahkan sepertiga dari hasil menjual kayu itu, memakan sepertiganya, dan sepertiganya lagi diberikan kepada sang ibu.

Pada suatu hari sang ibu berkata kepadanya, “Sesungguhnya ayahmu telah mewariskan anak sapi betina untukmu yang dia titipkan kepada Allah Ta’ala di hutan ini, maka berangkatlah! Berdoalah kepada Rabb Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Nabi Ishaq AS agar mengembalikan anak sapi tersebut kepadamu. Ciri-cirinya, jika engkau melihatnya, kamu membayangkan seakan-akan sinar matahari memancar dari kulitnya. Dia diberi nama Al-Mudzahhabah karena keindahan dan kejernihannya.”

Kemudian anak tersebut memasuki hutan, lalu dia melihat anak sapi sedang merumput, lantas dia memanggilnya dengan mengatakan, “Saya bermaksud kepadamu dengan menyebut nama Rabb Nabi Ibrahim AS, Nabi Ismail AS, dan Nabi Ishaq AS.” Kontan sapi itu menengok ke arahnya dan berjalan mendekatinya. Dia lalu memegang lehernya dan menuntunnya.

Dengan izin Allah Ta’ala, tiba-tiba sapi tersebut bicara, “Wahai anak yang berbakti kepada kedua orang tua! Tunggangilah aku, karena hal itu lebih meringankanmu.’

Anak tersebut berkata, “Sesungguhnya ibuku tidak memerintahkanku melakukan hal itu. Akan tetapi, beliau berkata ‘peganglah lehernya.’” (Sumber kalam.sindonews.com)