Peduli Kaum Hawa, Berdayakan Muslimah

Banyak perusahaan yang menggunakan tenaga kaum hawa dalam menjalankan roda usahanya. Pabrik-pabrik yang berada di kota-kota besar biasanya banyak memperkerjakan kaum hawa sebagai karyawan. Hampir 70% yang jadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri adalah kaum hawa, yang rata-rata beraktivitas sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik, bagian dapur, mengurus hewan peliharaan, dan lain sebagainya. Namun keberadaannya tidak semanis janji yang disampaikan para agen pengirim TKI/TKW.

Bahkan bila melihat iklan lowongan kerja di media massa atau pada papan informasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker), banyak perusahaan yang cenderung mencari tenaga kerja wanita. Di samping bisa memberi upah murah, pengusaha juga merasa lebih dapat menghemat uang perusahaan karena tidak perlu memberi tunjangan sosial akibat tidak adanya tanggungan keluarga. Dengan memperkerjakan kaum wanita, perusahaan tidak akan mendapatkan kesulitan dalam menerapkan kebijaksanaan perusahaan—karena wanita cenderung penurut.

Memang ada upaya untuk mengatasi masalah sikap pengusaha yang cenderung mengeksploitasi karyawan wanita. Melalui Menteri Tenaga Kerja, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1989 yang mengancam dengan sanksi hukuman bagi perusahaan yang melanggar Ketentuan Upah Minimal. Tetapi karena sanksi yang diberikan relatif ringan, maka pihak perusahaan biasanya tidak merasa terbebani atau tidak menjadi persoalan yang serius dengan adanya sanksi tersebut. Akhirnya, yang menjadi korban tetap saja karyawan, terutama kaum wanita. Dari mulai gajih tak standar, dibayar setengah gajih, hingga pelecehan seksual dan tekanan mental.

Tak ada jalan yang lebih aman untuk kaum wanita, selain mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam bentuk usaha-usaha produktif. Namun tak semua wanita atau perempuan berpikiran ke arah tersebut. Apalagi yang melangkah ke dunia pemberdayaan dan kewirausahaan, pasti belum sebanding dengan jumlah wanita atau perempuan yang ada di Indonesia..

Peran dalam Pemberdayaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pakar ekonomi mikro Iwan Rudi Saktiawan, bahwa kaum hawa merupakan salah satu pilar berjalannya pemberdayaan ekonomi di sebuah masyarakat. Ia mencontohkan program Grameent Bank di Bangladesh yang memberikan pinjaman dana buat kaum dhuafa, yang rata-rata wanita atau ibu-ibu miskin. Mereka dengan pinjaman modal tanpa agunan, mulai merintis usaha, memproduksi, memasarkan, dan menikmati hasil usahanya itu.

Kerja pemberdayaaan yang diusung Prof Muhammad Yunus itu tidak langsung sukses, tapi melalui proses waktu yang cukup lama. Dengan waktu yang lama itu, Grameen Bank yang memulai pada 1976, telah membuktikan bahwa pemberian kredit ke kaum miskin, terutama kaum wanita, telah berperan memotong lingkaran kemiskinan dan terhindar dari jeratan lintah darat (rentenir). (Ahmad Sahidin)