Supaya Mudah Bersabar

Alhamdulillahirabbil’alamiin, alladzi kholakolmauta walhayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu’amala wahuwal’adzidzul ghofur. Allahummaa sholli wasallim wabaarik’ala Muhammadin wa’alaa alihii wasohbihii ajma’in.

Ada yang bertanya, bagaimana cara kita senang dalam beramal atau sabar ketika menghadapi kesulitan?

Dalam hidup ini memang yang membuat kita sabar syariatnya:

1. Membandingkan dengan orang yang lebih pahit, lebih getir cobaan hidupnya dibanding kita. Semakin kita bisa melihat orang-orang yang lebih menderita daripada kita, cenderung kita akan lebih sabar dengan keadaan.

2. Semakin menyadari ujian dan kepahitan bisa menggugurkan dosa, sedangkan kita ini banyak sekali dosa. Banyak dosa yang tidak terhapus karena istighfar yang kurang bagus, salat yang tidak khusyu, dan amal yang kurang banyak. Semakin kita merasa ujian bisa menggugurkan dosa, cenderung kita akan lebih sabar.

3. Kita ingin sekali punya pahala melimpah tapi salat tidak khusyu, zikirnya sedikit, membaca al-Quran sedikit. Nah, kalau kita ingin pahala yang banyak, salah satu di antara gerbangnya adalah dibukanya lewat bala, yakni kepahitan dan ujian.

Hal ini akan mendapatkan pahala sabar dan mungkin tidak akan terkejar pahala ini oleh salat kita, yang bahkan salat kita mungkin lebih memerlukan ampunan Allah Ta’ala. Banyak orang yang lebih sabar ketika mengingat pahala.

4. Mengejar kedudukan di sisi Allah Ta’ala. Karena semakin berat ujian sebetulnya derajat keimanan kita akan menjadi semakin berkualitas. Semakin tinggi keimanan seseorang, semakin berat ujiannya. Tidak boleh takut dengan meningkatnya iman, karena beratnya ujian.

Diibaratkan seperti ini, ujian anak SMA akan dirasa berat menurut anak SD/SMP. Jadi ketika iman seseorang meningkat, itu diuji oleh Allah Ta’ala sesuai dengan kadar keimanannya, dan ilmu serta wawasannya sudah siap menghadapi ujian.

5. Senantiasa mengingat surga, karena semuanya akan berakhir, kita pasti mati. Lalu ke mana ujung dari kehidupan ini? Kalau orang sudah ingat surga, akan ada tempat pulang yang kekal di sana. Dunia tempatnya mampir, siapa pun akan pulang.

Mudah-mudahan sabar ini yang akan menjadi bekal pulang, dan itu bisa menghapus banyak kepahitan ketika orang ingat surga, jumpa dengan Allah Ta’ala. Inilah salah satu pentingnya kita terus belajar tentang keadaan surga, belajar tentang pahala, ampunan, karena itu akan membantu kita lebih sabar menghadapi episode hidup ini.

6. Bagi kita yang penting itu adalah proses, bukan hasil. Karena hasil itu Allah Ta’ala yang menentukan. Tapi proses niat yang baik, ikhtiar yang maksimal, itu yang harus kita nikmati. Hasil itu bonus, rezeki kita adalah proses.

Orang yang sabar orientasinya menikmati proses, bukan menikmati hasil. Proses memberikan kita ilmu dan pengalaman. Pengalaman baik atau pun buruk akan memperkaya kemampuan kita dalam berikhtiar. Dan yang penting proses kita ini dicatat sebagai amal saleh.

Berikut ini doa supaya diberikan turunnya rahmat Allah Ta’ala dan sempurna solusinya:

..رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

“…Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. al-Kahfi [18]: 10).

Mengenai wakaf, rupanya semangat berwakaf menjadi berlimpah sekarang. Aa senang sekali. Alhamdulillah. Memang mau apalagi dalam hidup ini? Kalau kita sayang kepada dunia yang ada, ya sayangnya itu dikekalkan jadi bekal akhirat. Karena dengan wakaf, kalau kita ikhlas pahalanya akan mengalir.

Ketika kita tiada, dan di tempat wakaf ini ada yang wudhu, i’tikaf, salat insya Allah kita akan kebagian pahalanya. Sedang pahala yang kita kumpulkan dalam hidup ini mungkin tidak cukup jadi bekal pulang. Kita sering tidak khusyu, banyak menyakiti orang, kita transfer pahala kita kepada yang disakiti.

Maka orang yang cerdas adalah, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?” ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh al-Albani).

(Sabtu, 5 September 2020)