Tantangan Kepemimpinan Abu Bakar

Tantangan Kepemimpinan Abu Bakar

Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, daerah kekuasaan Islam hanya meliputi seluruh daerah Jazirah Arabia dan pendidikan Islam berpusat di Madinah. Namun setelah Rasulullah wafat dan digantikan oleh Khulafa al-Rasyidin yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, daerah kekuasaan Islam sudah bertambah luas di luar jazirah Arabia. Daerah itu meliputi Mesir, Persia, Syria dan Irak. Keempat khalifah ini selain mementingkan kekuasaan Islam, mereka juga menaruh perhatian yang besar pada pendidikan Islam demi syiarnya agama dan kokohnya negara Islam. Tantangan Kepemimpinan Abu Bakar.

Tantangan Kepemimpinan Abu Bakar

Terpilih sebagai Khalifah Pertama

Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq terpilih secara aklamasi pada peristiwa Saqifah Bani Sa’idah, yakni pada saat jenazah Rasulullah belum dimakamkan. Sepeninggal Rasulullah, umat Islam yang kuat kadar keimanannya hanya pada penduduk Mekah, Madinah, dan Thaif. Selain dari ketiga kota tersebut, kadar keimanan masyarakat Islam masih belum begitu kuat.

Ketika mendengar Rasulullah meninggal, banyak di antara mereka kembali kepada agama nenek moyang atau murtad. Di samping itu bermunculan orang-orang yang mengaku dirinya menjadi nabi, dan sebagian besar masyarakat Islam tidak mau membayar zakat. Mereka beranggapan zakat hanya diberikan kepada Nabi Muhammad, tetapi karena Nabi Muhammad sudah wafat maka tidak ada lagi kewajiban membayar zakat.

Tiga Masalah Genting

Pada masa awal pemerintahannya Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq telah dihadapkan pada tiga peristiwa penting yang memerlukan solusi segera. Pertama, adalah orang yang murtad. Kedua, munculnya nabi palsu, dan ketiga banyak orang yang enggan membayar zakat. Menghadapi ketiga persoalan ini, Khalifah Abu Bakar bermaksud memerangi ketiga kelompok ini. Pada mulanya rencana Abu Bakar mendapat tantangan dari Umar bin Khattab. Namun Khalifah Abu Bakar bersikeras untuk memerangi ketiga kelompok manusia itu yang dapat mengacaukan keamanan dan dapat mempengaruhi umat Islam yang kadar keimanannya masih lemah.

Maka dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dalam operasi penumpasan yang dipimpin oleh Panglima Perang Khalid bin Walid, telah gugur sebanyak 73 orang sahabat dekat Rasulullah dan para penghafal al-Quran. Kenyataan ini menyebabkan umat Islam telah kehilangan sebagian para penghafal al-Quran. Jika tidak diperhatikan maka lama kelamaan, sahabat-sahabat penghafal Quran akan habis dan akhirnya akan terjadi perselisihan di kalangan umat Islam tentang kitab suci mereka.

Penyelamatan Mushaf Al-Quran

Oleh karena itu, sahabat Umar bin Khattab mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk segera mengumpulkan ayat-ayat suci al-Quran dari hafalan-hafalan para sahabat Nabi penghafal al-Quran yang masih tersisa. Saran tersebut pada mulanya tidak diterima oleh Khalifah Abu Bakar, karena hal tersebut tidak pernah dilakukan Nabi. Namun sahabat Umar bin Khattab bisa meyakinkan khalifah Abu Bakar dengan mengatakan, “Demi Allah, ini adalah perbuatan baik.” Maka Khalifah Abu Bakar merealisasikan saran tersebut dengan menugaskan sahabat Zayd bin Tsabit, seorang penulis wahyu pada masa Rasulullah untuk segera mengumpulkan semua tulisan ayat-ayat al-Quran yang dihafal oleh para sahabat penghafal al-Quran.

Dalam waktu kurang lebih setahun, Zaid bin Tsabit berhasil melaksanakan misi yang sangat mulia itu yaitu mengumpulkan bacaan al-Quran yang ditulis pada pelepah daun kurma, kulit-kulit onta, dan dibundel dalam sebuah bundelan. Bundelan itu akhirnya diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq. Dengan demikian Khalifah Abu Bakar berhasil menyelamatkan keaslian kitab suci al-Quran, materi dasar pendidikan Islam. (Gian)