Al-Qalam: Makhluk Pertama Penulis Seluruh Ketetapan Allah SWT

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. al-Hadid [57]: 22)

Merunut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Sahabat Ubadah bin al-Shamit ra, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya makhluk yang pertama diciptakan oleh Allah SWT adalah al-Qalam. Kemudian dikatakan kepadanya, ‘Tulislah!’ Lalu al-Qalam bertanya, ‘Apa yang harus aku tulis wahai Rabb-ku?’ Allah SWT berfirman, ‘Tulislah berbagai ketetapan-Ku yang Aku gariskan bagi seluruh makhluk-Ku hingga datang hari kiamat!’”

Ada pun di antara ketetapan-Nya adalah bencana yang akan terjadi di bumi dan manusia. Semuanya telah tercatat lima puluh ribu tahun sebelum Allah SWT menciptakan langit dan bumi (jika dikaitkan dengan riwayat yang disampaikan Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra).

Ini artinya, kita harus mengimani apa yang terjadi pada diri dan lingkungan semata-mata karena Allah telah menetapkan demikian. Tidak ada kuasa makhluk atas hasil. Bahkan sehelai daun yang gugur, sebutir biji yang jatuh dalam kegelapan bumi, dan basah atau keringnya sesuatu telah Ia tulis di Lauh Mahfudz. Subhanallah.

Oleh karena itu, jangan heran kalau seseorang yang tidak merencanakan agenda yang akan dilakukannya esok hari, namun ia tetap bisa beraktivitas dengan leluasa. Atau seseorang yang asalnya tidak berencana memiliki profesi tertentu contohnya, namun bisa mendapatkan profesi itu oleh karena ada peluang tak disangka yang menghampirinya.

Begitu pun dengan kesehatan. Kita sehat bukan karena rajin olah raga atau menjaga makanan yang masuk, melainkan karena Allah telah menetapkan kita sehat. Karena ada orang yang sudah menjaga pola hidupnya sedemikian rupa, tapi tetap saja ia terserang penyakit.

“Rasanya aneh kalau ada dokter yang sakit”, logika bisa saja berpikir begitu. Banyak orang yang menjawab karena dokter juga manusia, sebenarnya juga tidak atau kurang tepat. Jawaban yang benar adalah “karena Allah SWT telah menakdirkan sakit kepada dokter tersebut”. Dan kalau ada orang sakit, belum tentu karena pola hidupnya tidak bagus. Melainkan, karena Allah telah menetapkannya sakit atas dirinya sejak di Lauh Mahfudz.

Bersandar pada keimanan ini, salah seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Ubadah bin Shamit ra menyampaikan kepada anak tercintanya, ia (anaknya) tidak akan pernah bisa merasakan kelezatan iman manakala tidak yakin dengan takdir, bahwa segala sesuatu yang menimpanya karena Allah telah menetapkannya sehingga tidak akan meleset sama sekali. Demikian pula, sesuatu yang tidak ditetapkan tidak akan pernah menimpanya sama sekali (HR. Abu Dawud ra).

Seluruh ketetapan Allah SWT akan menjadi soal yang harus dijawab manusia di dunia dengan jawaban yang benar. Barang siapa yang mampu merealisasikannya, ia akan mendapatkan rida Allah, dan selanjutnya ditempatkan di tempat terbaik yaitu surga-Nya. Bila tidak, Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya. Manakala ia bisa mempertanggungjawabkannya, Allah akan mengampuni segenap dosa dan kesalahannya dan tetap menempatkannya di tempat terbaik-Nya. Namun bila tidak, Allah SWT telah menyiapkan tempat terburuk yaitu neraka-Nya. Na’udzubillahi min dzalik.

Maka, tugas penting manusia adalah bagaimana menemukan jawaban yang bisa menjawab soal-soal yang telah Allah SWT tetapkan. Dan atasnya, Allah telah memberikan potensi untuk meraih dan memahaminya yaitu akal. Akal adalah salah satu potensi yang Allah berikan untuk didayagunakan dalam rangka memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya. Potensi ini terdiri dari sama’ (pendengaran), bashar (penglihatan), dan fu’ad (pikiran). Setiap hasil mendengar dan melihat akan diteruskan ke fu’ad untuk dipikirkan.

Menurut Imam al-Ghazali ra, kedudukan akal dalam diri manusia sebagai penasihat hati. Dan hati adalah raja yang ada di dalam diri manusia yang akan memerintahkan nafs (jiwa manusia) untuk menerima sesuatu (untuk selanjutnya akan ia cintai bahkan diperjuangkan), atau menolaknya (untuk selanjutnya ia benci bahkan ia hancurkan).

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang Allah anugerahi potensi akal. Dengan potensi inilah manusia mampu menjalankan fungsi sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dan apakah dengan potensi ini maka manusia akan otomatis mampu menyelenggarakan kekhalifahan di muka bumi? Wallahu a’lam. (Ust. Edu)