Awal Kemajuan Ilmu Dinasti Bani Umayyah

Kemajuan dalam bidang pendidikan yang dicapai pada masa Dinasti Bani Umayyah, terkait erat dengan stabilnya situasi politik dalam negeri yang dikendalikan oleh Dinasti Bani Umayyah. Situasi negara yang stabil, perhatian kaum muslimin diarahkan untuk membangun peradaban, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Hal ini tidak lain karena adanya hubungan atau persentuhan dan kontak budaya dengan bangsa-bangsa lain yang telah dibebaskan.

Perhatian terhadap ilmu-ilmu lisaniyah seperti ilmu bahasa, sastra, nahwu, balaghah serta ilmu-ilmu agama sudah tumbuh dengan subur dan dipelihara dengan sungguh-sungguh. Kedudukan ilmu yang berasal dari dalam lebih tinggi nilainya bagi mereka dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang berasal dari luar Islam. Sebab itu masa Bani Umayyah ini terkenal dengan fanatisme Arab dan fanatisme Islam.

Menjamurnya Majelis Ilmu

Seperti dibahas Choirun Niswah dalam Pendidikan Islam pada Masa Khulafa Al-Rasyidin dan Bani Umayyah, pada masa Bani Umayyah berkuasa, pelaksanaan pendidikan Islam semakin meningkat dari masa-masa sebelumnya. Jika pada masa Nabi dan Khulafa Al-Rasyidin pendidikan Islam dilaksanakan di kuttab, di rumah-rumah, dan di masjid-masjid, maka pada masa Dinasti Bani Umayyah penguasa sering menyelenggarakan majelis-majelis keilmuan.

Imam Syalabi menjelaskan bahwa khalifah pertama Dinasti Bani Umayyah, Muawiyah bin Abu Sufyan sering menyelenggarakan majelis dengan mengundang ulama, sastrawan, dan ahli sejarah untuk menerangkan kepada khalifah sejarah bangsa Arab melalui syair-syair Arab dan cerita-cerita Persia. Usaha ini mendorong berkembangnya sya’ir-sya’ir Arab dan munculnya buku Akhbar Al-Madin (buku tentang raja-raja dan sejarah orang-orang kuno).

Pada masa ini sudah mulai ada perhatian terhadap pembidangan ilmu tafsir, hadis, fikih, dan ilmu kalam. Di bidang hadis muncul seorang ahli hadis, seperti Imam Hasan Al-Basri. Dalam bidang fikih muncul seorang ahli fikih Ibn Sihab Al-Zuhri. Di bidang ilmu kalam muncul nama Wasil bin Atha’, sebagai pendiri aliran Mu’tazilah yang muncul sebagai reaksi dari aliran Khawarij dan Murji’ah yang telah berkembang pada masa itu.

Perkembangan Bahasa Arab

Di samping itu berkembang juga bahasa Arab. Kecendrungan untuk memahami Al-Quran dan ajaran Islam lainnya, membuat orang-orang yang ditaklukkan umat Islam membutuhkan bahasa Arab. Dan banyaknya orang-orang non Arab menimbulkan dialek-dialek yang bisa merusak bahasa Arab, mendorong umat Islam untuk mengembangkan bahasa Arab. Faktor-faktor ini menyebabkan besarnya tuntutan mempelajari bahasa Arab sehingga lahirlah ilmu bahasa Arab. Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain Abu Al-Aswad Al-Duali dan Imam Sibawaih.

Pada masa Dinasti Bani Umayyah, pengaruh Hellenisme telah terasa, yaitu dengan adanya usaha penerjemahan buku-buku Yunani. Contoh, seorang ahli fisika bangsa Yahudi bernama Masarjawaih telah menerjemahkan buku-buku kedokteran, astronomi dan kimia ke dalam bahasa Arab. Dan kaum muslimin telah mempelajari filsafat melalui ilmu kedokteran atau ketabiban sebagai kebutuhan umat pada masa itu. Hingga Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak keberatan, bahkan mempunyai alternatif untuk menerjemahkan buku-buku tersebut. Karena itu masa Umayyah ini masalah penerjemahan sudah mulai dirintis tetapi baru merupakan kegiatan perseorangan (individu). Sedangkan pada masa Bani Abbasiyah, kegiatan penerjemahan dilakukan secara besar-besaran. (Gian)