Doa Nabi Ibrahim

Doa Nabi Ibrahim

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan [25]: 74). Doa Nabi Ibrahim.

Nab Ibrahim as dan Siti Sarah ra mendapatkan tawaran untuk tinggal di Mesir. Namun, mereka lebih memilih berhijrah ke tempat yang Allah SWT tunjukkan. Mereka pun berpamitan dan melanjutkan perjalanan sampai tiba di negeri tujuan, Palestina.

Selama pernikahannya dengan Siti Sarah, Nabi Ibrahim meyakini suatu saat mereka akan dikarunia amanah anak. Tentunya anak yang tidak hanya sekadar buah hati dan pelanjut keturunan, melainkan tumpuan dan harapan yang akan melanjutkan cita-cita perjuangannya di masa depan.

Sebelum tiba masanya memiliki anak, Nabi Ibrahim mengumpulkan segenap bayangan atas kehadiran anak tersebut dalam setiap bait doanya. Berkaca dari kisah keluarga Nabi Nuh as, Nabi Ibrahim meminta dua hal atas istri dan keturunannya yaitu: 1) Pasangan dan anak yang menyenangkan hati (qurrata a’yun), dan 2) Pemimpin (imam) bagi orang-orang bertakwa.

Seiring perjalanan waktu, buah hati yang ditunggu pun belum kunjung tiba. Padahal usia Nabi Ibrahim dan Siti Sarah terus menua, sedangkan tanda-tanda (kedatangan) yang dinanti belum kunjung tiba. Harus bagaimanakah mereka?

Di tengah kondisi yang ada, Siti Sarah menunjukkan sikap qurrata a’yun (pasangan yang menyenangkan hati). Sebagai seorang yang berwawasan, Siti Sarah mengetahui bahwa jalan mendapatkan anak bagi Nabi Ibrahim sangatlah terbuka. Siti Sarah tidak mau menutup anugerah anak tersebut hanya karena keegoisannya. Ia pun menawarkan kepada suaminya untuk menikahi perempuan yang tepat menurutnya, yaitu Siti Hajar ra.

Nabi Ibrahim tersenyum simpul. Sikap Siti Sarah ini menjadi pertanda besar awal dari terkabulnya doa-doa yang dipanjatkan selama ini. Istri yang bisa total menjadi penyenang hati telah ia dapatkan. Atas restu Allah, Nabi Ibrahim pun menikahi Siti Hajar.

Doa adalah proposal. Agar mendapat persetujuan dan izin dari yang dimintai permohonan, maka isi proposalnya (doa) tidak boleh asal-asalan. Seyogyanya bila sebuah proposal harus disertai pernyataan yang bisa menggambarkan kesungguhan dan kesiapan sang pemohon atas apa yang dimohonkannya. Begitulah kualitas doa yang Nabi Ibrahim panjatkan. Beliau selalu menyampaikan harapan-harapannya disertai lampiran-lampiran berupa track record perjuangan yang telah dilakukannya selama ini.

Allah SWT sangat menyukai setiap orang yang berdoa kepada-Nya. Jangankan doa dalam bentuk permintaan, bahkan doa sebagai permintaan ampun (tobat) atas berbagai kesalahan pun sangat Allah sukai bahkan cintai. Di saat Allah belum juga mengabulkan doa sesuai keinginannya, Nabi Ibrahim menjadikan momen ini sebagai media mendekatkan diri kepada Allah SWT sedekat-dekatnya.

Pada saat demikian, Allah menyambutnya dengan sambutan terhangat. Allah menyampaikan bahwa Nabi Ibrahim akan dijadikan imam bagi umat manusia. “Gayung bersambut”, Nabi Ibrahim membalas sambutan Allah dengan doa agar keturunannya pun dikabulkan dan dimampukan oleh Allah SWT menjadi imam bagi segenap manusia.

Allah menangkap ada kemauan yang kuat dalam diri Nabi Ibrahim. Tinggal satu langkah lagi untuk menggenapkannya, yaitu mengujinya. Allah SWT menyampaikan satu pertanyaan besar kepada Nabi Ibrahim, apakah ia benar-benar mencintai Allah dan siap berkorban untuk-Nya? Nabi Ibrahim menjawab dengan sigap bahwa tidak ada Dzat yang berhak dicintai kecuali Allah SWT semata, dan ia siap mengorbankan semua yang dipunya untuk membuktikannya.

Kesiapan inilah yang Allah ambil sebagai janji Nabi Ibrahim jika kelak ia memiliki anak, bahwa kehadiran anak tidak akan mengurangi kecintaan Nabi Ibrahim kepada Rabb-nya. Atas pernyataan itu, Allah SWT mengaruniakan anak dari rahim kedua istrinya dalam waktu dekat, sehingga Nabi Ibrahim harus bersiap membuktikan ucapannya. Apakah ia mampu menepati janjinya? Wallahu a’lam. (diambil dari buku 101 Kisah Nabi, karangan Ust. Edu)