Hati-hati, Dampak Tayangan Alam Gaib pada Anak

Katakanlah, “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml [27]: 65).

Sebagai seorang muslim, beriman kepada yang gaib itu penting karena merupakan salah satu dari rukun iman yang kita yakini. Adanya makhluk gaib seperti malaikat, jin, syetan, surga dan neraka perlu diyakini keberadaannya sebagai bentuk keimanan kita kepada al-Khalik. Kita perlu meyakini semua itu karena dijelaskan dalam al-Quran dan hadis.

Tayangan alam gaib yang sering muncul di layar kaca banyak memberikan kontribusi negatif kepada psikologis anak dan remaja. Ada beberapa dampak negatif yang bisa timbul di kalangan anak dan remaja dengan tayangan alam gaib yang tidak sesuai syariat, yaitu:

(1) Pendangkalan akidah secara perlahan-lahan yang berujung kepada kemusyrikan.
(2) Memunculkan rasa malas dan lalai terhadap kewajiban beribadah.
(3) Tumbuh perasaan takut berlebihan.
(4) Waktu belajar banyak terbuang sia-sia.
(5) Adanya rasa cemas dan was-was.
(6) Suka melamun dan mengkhayal yang bukan-bukan.
(7) Tumbuh perasaan gelisah yang tak beralasan.
(8) Sulit berkonsentrasi.
(9) Mudah mengeluh dan tidak mandiri.
(10) Memiliki jiwa penakut.
(11) dan tidak terlatih berpikir logis, realistik dan inovatif.

Solusi pada Anak
Dampak psikologis tersebut secara langsung atau pun tidak langsung akan menggerogoti perasaan serta pikiran anak dan remaja. Dalam hal ini apa yang perlu dilakukan orang tua atau pendidik dalam mengantisipasi dampak negatif dari tayangan alam gaib yang sering muncul di layar kaca?

Solusi yang dapat dilakukan yaitu, pertama, mengenali anak atau remaja lebih dekat. Orangtua atau guru harus mengenal lebih dekat pada anak, baik yang bersifat khusus maupun unik. Karakteristik anak menjadi dasar yang akan menolong orangtua atau pendidik dalam menerapkan solusi. Yang perlu diperhatikan adalah hakikat anak (memiliki potensi fisik, akal, dan hati), kebutuhan pokok anak (memiliki kebutuhan yang bersifat jasmani dan rohani), masa perkembangan anak (perkembangan fisik, akal serta spiritual), dan tahap-tahap perkembangan anak (perkembangan anak dari usia 1-5 tahun, 5-10 tahun, 10-15 tahun, dan 15-20 tahun).

Kedua, menumbuhkembangkan sikap disiplin. Disiplin adalah salah satu solusi yang harus tertanam kepada diri anak. Menanamkan disiplin tidak bertujuan mengurangi kebebasan anak tetapi sebaliknya supaya anak dapat menempatkan sesuatu pada posisi yang benar dan tepat. Di rumah disiplin bertujuan agar anak lebih menghargai waktu dan memilki kebiasaan yang benar, positif, dan bermanfaat bagi dirinya, keluarga, serta lingkungannya. Disiplin yang harus tertanam adalah disiplin waktu, disiplin belajar, disiplin beribadah, disiplin berolahraga, disiplin bermain, bahkan disiplin menonton.

Ada tiga cara dalam pembinaan disiplin, yaitu: (1) inner control, yaitu cara menumbuhkan kepekaan dan kesadaran pada diri anak (self dicipline) akan aturan yang ada di rumah atau di sekolah sehingga anak dapat mengendalikan dirinya sendiri, (2) external control, yaitu cara menumbuhkan disiplin melalui pengawasan dari orangtua atau pendidik dengan bimbingan atau pengarahan (reward and punishment dapat diterapkan), dan (3) cooperative control, yaitu cara menumbuhkan disiplin yang dilakukan dengan bekerja sama antara orang tua/guru dengan anak dalam pembinaan disiplin.

Ketiga, asistensi dari orangtua sejak dini. Anak sesuai dengan fitrahnya membutuhkan bimbingan, pendidikan, dan latihan agar ia dapat menjadi manusia terampil dan dapat menggapai cita-citanya dengan sukses.

Keempat, kontrol sosial. Pengawasan masyarakat terhadap tayangan di layar kaca belum banyak dilakukan, padahal masyarakat sendirilah yang memperoleh dampak negatif dari tayangan-tayangan layar kaca tersebut. Masyarakat kita belum melakukan masukan atau tekanan terhadap kebebasan pers dan TV yang dirasakan sudah banyak melakukan penyimpangan bahkan meracuni pikiran dan hati masyarakat. (daaruttauhiid)