Jangan Cuma Ikhtiar

Kita harus sungguh-sungguh berkihtiar semaksimal mungkin, agar memberi manfaat bagi dunia dan akhirat kita. Tetapi hati tidak boleh bersandar pada ikhtiar yang kita lakukan, misalkan ketika kita makan obat, melakukan perencanaan, membuat strategi, menyusun persiapan dengan matang, semua ikhtiar yang kita lakukan maka selesaikan dengan baik.

Dalam konteks ikhtiar yang kita lakukan adalah fokus orientasinya pada nilai ibadah, untuk hasil biar Allah yang menentukannya, apapun yang Allah takdirkan semuanya ada dalam kekuasaannya, jangan mengatur Allah agar keinginan kita terpenuhi sesuai dengan harapan kita, karena hal tersebut suatu perbuatan yang tidak memiliki nilai adab atau akhlak.

Kemudian pasangan ikhtiar agar menghasilkan hasil yang maksimal adalah do’a. Do’a dan ikhtiar sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Pertanyaannya adalah apakah ikhtiar dulu atau do’a dulu? Maka ikhtiar harus selalu diiringi dengan do’a, setiap memulai, sedang menjalankan, dan sesudah mengerjakan dilengkapi dengan do’a.

Contohnya adalah ketika ingin berangkat bekerja, maka awali dengan membaca do’a: “Bismillahi Tawakkaltu Alallah La Haula Wala Quwwata illa Billahil Aliyil Adzim. Yang artinya: “Dengan menyebut Nama Allah, aku berserah diri kepada Allah, tidak ada daya dan upaya selain dengan pertolongan Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung.”, kemudian ditengah pekerjaan juga membaca do’a agar diberi kelapangan dan kemudahan, dan seusai bekerja juga membaca do’a atas nikmat Allah yang diberikan. Agar semua orientasi pekerjaan yang kita lakukan bernilai ibadah disisi Allah Ta’ala.

Sekali lagi yang ingin diingatkan adalah, kita tidak boleh bersandar pada proses ikhtiar kita, kalau Allah sudah menentukan sesuatu maka terima dengan lapang dada, jangan berprasangka buruk atas takdir tersebut, karena Allah maha tahu apa yang menjadi terbaik bagi hambanya. Takdir tersebut merupakan wilayah Allah buka wiilayah manusia. Kita mau diberi atau tidak, dikabul atau tidak, semuanya ada dalam takdir Allah.

Jadi setelah ikhtiar baiknya kita bertawakal kepada Allah Ta’ala. Apa pun yang menjadi keputusan Allah kita juga bisa menerima dengan lapang dada. Wallahu a’lam bishowab.

(KH. Abdullah Gymnastiar)

daaruttauhiid.org