Jangan Sia-siakan Barang

Sahabatku, di antara kita mungkin ada yang memiliki barang kesukaan. Bahkan kita mengumpul banyak barang di rumah. Sadarkah bahwa barang yang dimiliki itu, belum tentu dipakai semuanya? Ini merupakan hal yang tidak baik. Karena kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap barang yang dimiliki.

Saat ini, di mana-mana banyak di antara kita melakukan penimbunan atau penyimpanan barang. Seperti halnya yang kita lihat di televisi. Kebanyakan menyimpan sesuatu yang dianggap memiliki kenangan.

Hal ini ternyata sebuah kelainan kejiwaan yang sering disebut dengan hoarding. Hoarding merupakan kesulitan untuk berpisah atau membuang barang kepunyaan, tanpa peduli nilai barang tersebut. Seringkali seorang hoarder memiliki banyak barang dan menyimpan barang tersebut secara berantakan, sehingga menumpuk dan sulit dirapikan.

Hoarding dapat menimbulkan efek negatif pada pelakunya. Efek itu bisa berkaitan dengan faktor emosional, fisik, sosial, finansial, dan bahkan legal.

Kebiasaan hoarding dianggap bermasalah jika jumlah barang yang enggan dibuang begitu banyak, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Menurunkan kualitas hidup hoarder atau anggota keluarganya.

Kebiasaan hoarding seringkali berhubungan dengan masalah pada kesehatan jiwa, seperti depresi berat. Saat ini, hoarding bahkan digolongkan sebagai gangguan cemas (anxiety disorder) dan merupakan bagian dari gejala OCD.

Sahabat, dari penelitian tersebut bisa dikatakan hoarding termasuk kelainan kejiwaan. Apakah setiap orang yang suka menumpuk barang bisa dikatakan hoarder? Tidak juga. Hoarding berbeda dengan kebiasaan mengoleksi barang.

Bagi kolektor, barang koleksinya menjadi sumber kebanggaan sehingga disusun secara rapi. Kolektor mengalokasikan waktu dan dana untuk menambah koleksinya. Sementara bagi hoarder, barang kepunyaannya seringkali mendatangkan rasa malu, tersimpan berantakan di seluruh rumah, dan menyebabkan kesulitan finansial.

Tapi untuk apa kita mengoleksi barang itu jika tidak menggunakannya? Padahal itu semua tidak mungkin dipakai oleh kita.

Dari sini kita belajar untuk menghisab diri sebelum dihisab. Jangan ada barang yang menjadi sandungan di akhirat kelak. Sebagaimana perkataan Rasulullah kepada sahabatnya, Umar bin Khatab terkait menghisab diri.

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ

Artinya: “Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal.” (HR. at-Tirmidzi).

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas perilaku hoarder. Berikut ini beberapa cirinya:

Pertama, menyimpan barang yang seringkali dianggap tidak bernilai. Kedua, kesulitan mengorganisir barang dan membuat keputusan. Ketiga, sangat terikat dengan barang kepunyaannya. Keempat, memiliki kualitas hidup yang buruk. Kelima, memiliki hubungan buruk dengan keluarga dan teman.

Sahabat, mari kita tinggalkan kebiasaan buruk ini. Kebiasan yang menjadi kelainan kejiwaan. Semoga kita menjadi makhluk yang pandai bersyukur dan jauh dari tindakan sia-sia. Barang yang ada jika tidak terpakai oleh kita, berikan kepada yang membutuhkan. Itu lebih baik dan bermanfaat.

(Kajian MQ Pagi, 28 Oktober 2020)