Kerja Ikhlas, Kerja Lillaahi ta’ala

Allah SWT berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. al-Qashash [28]: 77)

Dr. ‘Aidh al-Qarni menerangkan maksud dari ayat ini hendaklah kita menjadikan tujuan pemerolehan harta untuk mencari pahala di sisi Allah, dan carilah rida Allah dalam berbagai nikmat dan kebaikan yang telah diberikan-Nya kepada kita. Meskipun kita beramal untuk akhirat, namun jangan meninggalkan kenikmatan yang halal sesaat di dunia, tanpa terlalu berhemat atau pun boros. Berbuat baiklah kepada  orang lain dengan cara memberi manfaat dan pertolongan, sebagaimana Allah telah berlaku baik kepadamu dengan memberimu karunia yang banyak.

Ayat ini mengingatkan kita bahwa bekerja agar bisa menghidupi diri dan keluarga adalah perintah Allah. Ibadah yang Allah perintahkan tidak hanya sebatas pada ibadah-ibadah ritual, melainkan bekerja pun adalah ibadah. Dengan catatan dilakukan lillaahi ta’ala.

Orang kafir juga bekerja, malah banyak di antara mereka yang meraih kesuksesan duniawi dengan pekerjaan mereka. Tetapi, Allah berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16]: 97)

Ada satu hal penting yang tidak boleh dilupakan dalam urusan kesuksesan hidup, yaitu IMAN! Allah memang menebarkan rezeki-Nya di dunia ini dan siapa pun di antara makhluk-Nya, baik manusia yang beriman maupun yang tidak, bisa memperolehnya. Tetapi yang membedakan keduanya adalah orientasi. Orang kafir bekerja hanya karena orientasi kekayaan duniawi, sedangkan orang beriman adalah ibadah kepada Allah SWT.

Kita bekerja bukan untuk mengumpulkan uang, karena sebanyak apa pun uang akan habis, menyibukkan kita menghitung dan menjaganya, dan uang tidak akan dibawa mati. Bekerja juga bukan untuk mendapat pujian orang lain. Kita bekerja dengan penuh dedikasi bukanlah untuk mendapat kekaguman atasan, bukan demi naik jabatan atau naik gaji. Kita bekerja supaya Allah rida kepada kita.

Mari kita senantiasa luruskan niat kita. Yang membedakan kita sebagai seorang muslim dengan non-muslim adalah terletak pada tujuan hidupnya. Tujuan hidup kita adalah rida Allah SWT. Apalah artinya kita melakukan hal-hal hebat tetapi Allah tidak rida. Apalah artinya jika kita meraih pencapaian tinggi tapi Allah tidak rida. Semua hanya akan menjadi gegap gempita dan kegembiraan yang hanya sebentar saja kemudian berlalu.

Sedangkan jika kita bekerja agar Allah rida kepada kita, maka prestasi yang kita capai tidak hanya selesai di dunia saja, melainkan melesat hingga menjadi prestasi di akhirat. Kesuksesan yang kita raih tidak hanya untuk di dunia saja, melainkan juga untuk akhirat kita.

Bekerjalah dengan ikhlas. Pilih tempat bekerja yang memudahkan kita untuk senantiasa dekat dengan Allah SWT, kondusif untuk menunaikan kewajiban kita kepada-Nya. Jika pun kita bekerja di tempat yang tidak demikian, maka berusahalah untuk istiqamah dalam ketaatan kepada Allah.

Bekerjalah dengan ikhlas. Wujud dari bekerja dengan ikhlas itu kita senantiasa merasa Allah hadir dalam setiap kegiatan pekerjaan kita. Kita senantiasa merasa yakin Allah melihat, mendengar dan mengetahui apa yang sedang kita lakukan, sehingga kita terjaga dari kecurangan dan kemaksiatan lainnya dalam bekerja. Kita jujur bukan karena agar atasan kagum pada kita, kita disiplin bukan karena tidak mau mendapat sanksi dari manajemen perusahaan. Kita jujur dan disiplin karena yakin Allah mencintai hamba-Nya yang jujur dan disiplin.

Sumpah jabatan yang kita ikrarkan di hadapan banyak orang akan ringan saja kita ucapkan jika kita hanya menganggapnya sekadar seremoni belaka. Namun jika kita meyakini Allah Maha Mengetahui, maka kita tidak akan mudah mengumbar sumpah dan janji karena sesungguhnya jabatan adalah amanah, dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Orang beriman akan berat mengucapkan sumpah, namun jika sudah bersumpah ia akan menggenggamnya kuat-kuat dan menjalankannya dengan penuh rasa khawatir, khawatir kalau-kalau ia melanggar sumpahnya.

Tidak disebut ikhlas orang yang terbiasa korupsi. Tidak disebut ikhlas orang yang menganggap enteng suap dan menerima suap. Tidak disebut ikhlas orang yang melakukan mark up anggaran. Apakah ikhlas itu berat? Tidak bagi orang yang beriman kepada Allah SWT. Bisa saja orang yang ikhlas dalam bekerja itu kehilangan pekerjaannya atau jabatannya hanya karena istiqamah dalam kejujuran, tapi ia tetap tenang karena yang terpenting baginya tidak kehilangan kedudukan di hadapan Allah. Apalah artinya kursi jabatan yang empuk dan nyaman itu dibandingkan kedudukan di hadapan Allah SWT.

Saudaraku, pekerjaan kita adalah ladang amal kita, sarana beribadah kepada Allah. Syukuri pekerjaan kita, sesederhana apa pun itu. Karena urusan sederhana dalam pandangan manusia, akan menjadi urusan yang sangat mulia dan besar nilainya di hadapan Allah jika dilakukan lillaahi ta’ala. 

Hidup kita di dunia hanyalah sebentar saja, sedang tujuan hidup kita adalah untuk ibadah kepada Allah. Semoga pekerjaan kita menjadi jalan bagi kita meraih kesuksesan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin. (KH. Abdullah Gymnastiar)