Profesional, Ciri Bekerja Berkualitas

Saudaraku, kita tidak hanya diharapkan bekerja dengan tuntas, tapi kerja juga harus berkualitas. Tidak asal selesai, tapi selesai dengan hasil maksimal. Kualitas tidak hanya pada hasilnya saja, melainkan sejak dari proses berkerjanya. Karena hasil baik adalah karena proses yang baik, hasil benar adalah karena proses yang benar. Semakin berkualitas cara bekerja kita, semakin berkualitas pula hasil kerja kita.

Kemampuan kita memang hanya bisa berusaha. Namun, sebagai orang yang beriman kepada Allah, apa yang kita kerjakan haruslah menjadi ibadah. Itu karena pekerjaan adalah ladang amal kita. Semakin kita yakin kepada Allah, semakin kita akan menyempurnakan ikhtiar dalam bekerja. Sedangkan hukum sebab-akibat adalah bagian dari sunnatullah. Jika cara bekerja kita berkualitas, maka pencapaian atau hasil kerja kita pun akan berkualitas. Insya Allah!

Bekerja yang berkualitas itu cirinya profesional. Apa yang menjadi tugas kita maka lakukanlah yang terbaik. Bukan demi mendapat penilaian dan kekaguman makhluk, tapi semata-mata karena mengharap rida Allah dan meneladani Rasulullah saw. Dalam salah satu hadis, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang di antara kalian yang jika bekerja, maka dia bekerja dengan itqan (profesional).” (HR. Baihaqi).

Bekerja secara berkualitas sudah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul. Tugas utama para Nabi dan Rasul memang menyampaikan risalah Allah SWT. Namun, Allah menciptakan mereka dari kalangan manusia yang pada banyak hal memiliki kesamaan dengan manusia biasa pada umumnya, termasuk dalam hal potensi menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya, atau mencari nafkah.

Mari kita renungkan kisah Nabi Yusuf. Dalam al-Quran, Allah berfirman, “Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.’ Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, raja berkata: ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami.’ Berkata Yusuf: ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.’” (QS. Yusuf [12]: 54-55).

Pada ayat ini kita bisa melihat atas izin Allah, raja Mesir mengangkat derajat Nabi Yusuf yang sebelumnya mendekam di dalam penjara. Raja Mesir melibatkan Nabi Yusuf dalam pemerintahannya. Kemudian, karena Nabi Yusuf memahami kemampuan apa yang dimilikinya, maka beliau menawarkan tugas yang memang bisa dilakukannya dengan baik. Maka, diangkatlah Nabi Yusuf sebagai bendahara negara.

Dengan amanah yang besar tersebut, Nabi Yusuf bekerja dengan penuh tanggung jawab. Beliau memaksimalkan kemampuannya dalam hal manajemen sumber daya, baik alam maupun manusia. Pada musim panen, beliau bangun lumbung-lumbung penyimpanan gandum dan bahan makanan lainnya. Beliau juga membangun waduk-waduk untuk menampung air.

Sampai akhirnya tiba masa paceklik yang sangat panjang melanda Mesir, yaitu selama tujuh tahun lamanya. Tetapi, bangsa Mesir bisa melewati masa-masa sulit itu tanpa bencana kelaparan meski kekeringan di mana-mana, karena berbagai antisipasi yang sudah dilakukan di bawah kepemimpinan Nabi Yusuf. Masya Allah.

Bekerja asal-asalan dengan bekerja secara serius sama-sama memakan waktu. Maka, lebih baik bekerja secara maksimal. Bekerja asal-asalan dengan bekerja secara serius sama-sama mengeluarkan tenaga. Maka, lebih baik bekerja dengan maksimal. Orang yang berprestasi dalam pekerjaannya adalah orang yang bekerja sesempurna mungkin yang bisa ia lakukan. Bahkan, ia senantiasa berupaya meningkatkan kapasitas kemampuan dirinya dengan cara menambah ilmu dan pengalamannya.

Semakin berkualitas cara bekerja seseorang, semakin berkualitas hasil kerjanya, semakin ia mendapatkan tempat di tengah kehidupan manusia. Semakin banyak pihak yang tertarik bekerja sama dengannya, menggunakan jasanya, bermitra dengannya, maka semakin lapang dan mudah jalan rezeki baginya.

Penghargaan manusia, kemudahan jalan rezeki, semua itu hanyalah bonus dari pekerjaan kita yang berkualitas. Kemampuan kita untuk bekerja secara berkualitas itu malah sudah menjadi karunia tersendiri dari Allah SWT. Bukankah beramal saleh merupakan perintah Allah kepada kita? Sedangkan amal saleh itu tidak hanya sebatas salat, sedekah, saum, umrah, dan haji saja.

Amal saleh kalau kita alih bahasakan berarti bekerja dengan baik, bekerja secara benar, berkualitas. ‘Amal’ tersusun dari huruf ‘ain, mim, lam yang menurut Syaikh Raghib al-Ashfahaniy berarti semua pekerjaan yang dilakukan secara sengaja oleh makhluk hidup. Ada pun ‘saleh’ tersusun dari huruf shad, lam, ha yang menurut Syaikh Ahmad bin Yusuf al-Halabiy berarti lawan dari kerusakan. Dapat diartikan kemanfaatan, kebergunaan.

Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16]: 97).

Syaikh Muhammad Abduh menerangkan amal saleh adalah segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan. Dalam surah an-Nahl ayat 97 ini, Allah menjanjikan balasan bagi orang yang beramal saleh berupa kehidupan yang baik. Dan, bagi orang yang beriman dan beramal saleh, kehidupan yang baik itu tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat. Sedang, akhirat adalah tempat hidup sejati.

Setiap kali kita melihat orang yang sukses dalam pandangan manusia, maka janganlah kita silau dengan kesuksesannya hari ini. Tetapi, lihatlah apa yang telah ia lakukan di masa lalu sehingga sampai pada pencapaiannya hari ini. Seorang hafidz 30 juz yang lengkap dengan kemampuan qiraatnya yang indah, adalah seseorang yang telah sekian lama belajar dan melatih dirinya dengan proses yang penuh kedisiplinan. Disiplin dalam menghafal, mengulang hafalan, mempelajari tahsin, menjauhi maksiat. Proses yang berkualitas menghasilkan pencapaian yang berkualitas pula.

Bekerjalah secara berkualitas, yakni jujur dan penuh tanggung jawab. Ketidakjujuran hanya mendatangkan keuntungan sesaat dan semu. Sedangkan kejujuran mengundang datangnya keuntungan jangka panjang dan sejati. Jika kita pedagang, dagangkanlah produk berkualitas, pantang bagi kita mendustai calon pembeli, sampaikan kondisi produk apa adanya sehingga terbangun rasa saling percaya dan perniagaan yang berkah.

Jika kita seorang karyawan, tunaikan tugas semaksimal mungkin dengan penuh dedikasi. Kalau perlu dan mampu, bekerjalah dengan melampaui target karena sebenarnya potensi kemampuan manusia selalu bisa ditingkatkan, sedangkan target hanyalah tolak ukur pencapaian yang dibuat manusia.

Guru kita, almarhum BJ. Habibie adalah sosok yang perlu diteladani. Bagaimana seorang muslim yang taat memiliki semangat belajar, etos kerja, dan prestasi yang mengagumkan dalam bidangnya yaitu fisika dan teknologi dirgantara. Sampai-sampai ketika BJ. Habibie menunaikan ibadah haji, Sultan Abdul Aziz berkata kepadanya, “Habibie, dunia ini tidak tuli dan buta. Bahwa, di dunia ini terdapat ilmuwan muslim yang mengangkat nama Islam di mata dunia dengan prestasi dan progresifitas.”

Tentu sangat luar biasa jika setiap muslim memiliki ghirah atau semangat untuk senantiasa belajar, meningkatkan kemampuan dirinya sehingga bisa bekerja dengan berkualitas, menghasilkan karya-karya yang manfaat bagi lebih banyak orang. (KH. Abdullah Gymnastiar)