Memotivasi Bawahan

Motivasi secara definisi berarti dorongan, keinginan, kemauan untuk bertindak atau  melakukan sesuatu didasari oleh impuls, dan dipengaruhi oleh kebutuhan serta mempengaruhi tingkah laku seseorang. Setiap orang atau pekerja (disadari atau tidak oleh dirinya) memiliki suatu daya yang bekerja dalam dirinya. Menjelma dan muncul ke permukaan berupa kinerja. Setinggi apa kinerjanya, berbanding lurus dengan setinggi apa daya yang dimilikinya tersebut.

Kebutuhan adalah sesuatu yang menciptakan daya itu. Setiap orang akan melakukan sesuatu apabila ia memang membutuhkannya. Dengan kata lain, hal tersebut bermanfaat bagi dirinya.

Tingkatan Kebutuhan

Atas dasar itu, Abraham Maslow meneliti Tingkatan Kebutuhan Dasar Manusia (Hierarchy of  Needs). Menurut beliau, Tingkatan Kebutuhan Dasar Manusia itu sebagai berikut:

  1. Kebutuhan dasar badaniah (basic/phisiological needs).

Contoh, seseorang yang bekerja karena harus menghidupi keluarganya.

  1. Kebutuhan keamanan/keselamatan (safety/security needs).

Contoh, ia bekerja di perusahan A karena perusahaan A memberikan dana pensiun bagi karyawannya.

  1. Kebutuhan sosial/saling memiliki/saling menyayangi (belonging/affection needs).

Contoh, ia bekerja karena ingin berinteraksi, ingin punya teman-teman di lingkungan sekitarnya. Misal, seorang ibu yang jemu di rumah karena anak-anaknya sudah besar.

  1. Kebutuhan penghargaan/kehormatan diri (self esteem needs).

Contoh, ia bekerja karena dengan bekerja ia dihormati oleh orang-orang di sekitarnya.

  1. Kebutuhan perwujudan prestasi diri (self actualization needs)

Merupakan kebutuhan untuk pembuktian diri kepada dirinya sendiri dalam mencari kepuasan batin. Contoh, ia menerima posisi ini karena posisi tersebut menantang baginya. Dalam bekerja biasanya kebaikan-kebaikan atau prestasi-prestasi yang ia lakukan tidak akan konsisten, hanya temporer.

Pemimpin Memberikan Visi

Bagi seorang muslim, tentulah ia bekerja karena beribadah dan harapannya hanya satu, yaitu keridaan Allah. Bukan sesuatu yang lain. Hal ini akan membawanya pada kinerja tinggi yang konsisten, kebaikan-kebaikan yang konsisten.

Oleh karena itu, seorang atasan sebelum menanamkan pemahaman tersebut kepada bawahannya, terlebih dulu ia harus menanamkannya pada dirinya sendiri. Ia harus benar-benar meyakini dan mengimplementasikannya. Barulah setelah itu membawa pengikutnya untuk memiliki tujuan dan harapan yang sama. Dan kita pun akan lebih mudah mengarahkan orang-orang yang memiliki tujuan serupa, daripada orang-orang yang berbeda-beda tujuan.

Selain membawa para pengikutnya ke tujuan jangka panjang yang sama, ke jalan yang sama, seorang pemimpin juga harus memiliki dan membawa pengikutnya kepada tujuan jangka pendek yang sama. Dalam sekian tahun mendatang seorang pemimpin harus memiliki gambaran apa yang hendak diwujudkannya.

Gambaran itu begitu jelas, sehingga ia bisa menceritakan secara detail, situasi apa yang terjadi dalam keadaan yang dibayangkannya. Bayangan itu hidup dalam benaknya, dan ia bisa menghidupkannya pada benak para pengikutnya. Visinya menjadi visi bersama dengan kesamaan pemahaman dan ada tekad untuk mewujudkannya bersama-sama. Visinya bukan hanya kata-kata mati yang tertuang dalam dokumen organisasi. Setiap tim yang memiliki tujuan (jangka pendek dan panjang) yang jelas, tentu akan termotivasi.

Mengayomi Bukan Memerintah     

Setelah itu, dalam keseharian tidak lupa kita memperhatikan keadaan karyawan. Berikan stimulan-stimulan penting yang membuatnya termotivasi, merasa dihargai, sehingga tercipta situasi yang menyenangkan. Saling memotivasi, saling menghargai.

Misal, mendelegasikan tugas (bukan memberi tugas). Beri kata-kata yang baik, seperti: “Ada permasalahan seperti ini dan dan saya yakin kamu bisa mengatasinya.” Jika ia berhasil, banggakanlah ia di depan rekan-rekan kita (sesama atasan) dengan sepengetahuannya. Beri ia pujian yang tulus dan proporsional, tidak berlebihan, tapi juga tidak garing.

Jika ia gagal, janganlah sekali-sekali mencelanya meskipun dengan kalimat yang paling halus, bahkan dalam kondisi empat mata sekalipun. Tapi bantulah ia menyelesaikan tugasnya. Beri pengarahan dan bimbingan apa yang harus ia lakukan, dan pantau terus sampai kita yakin ia sudah mampu ditinggal. Training, bukanlah sesuatu yang membuang-buang waktu. Setiap orang melakukan sesuatu berdasarkan ilmu, berdasar apa yang dipahaminya.

Kita pun harus memperhatikan lingkungan di sekelilingnya. Apa kira-kira masalah yang ia dapat dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi kinerjanya. Bisa jadi ia tidak cocok dengan reka kerjanya, sehingga pekerjaannya selalu lambat. Atau keterlambatan tersebut bisa dari fasilitas yang mendukung pekerjaannya, misal komputer yang sering rusak. Bukan harus mengganti komputer, tapi perlihatkan empati kita atas kesulitannya. Empati kita akan membuatnya merasa diperhatikan sehingga ia tetap bersemangat walaupun dengan fasilitas terbatas. Tapi ingat, empati bukan basa-basi. Empati yang basa-basi akan terdengar formalitas dan tidak akan memotivasi.

Hal yang harus diingat jika kita memberikan pressure (tekanan kerja) walau hanya pada satu orang, ia akan memberikan pressure pada yang lain. Demikian seterusnya, pressure itu akan berantai. Sebagaimana bila kita memberi kebahagiaan pada seseorang, maka kebahagiaan itu akan terpancar pada suasana di sekitar orang itu. Demikian, wallahu a’lam. (daaruttauhiid)