Mendidik Anak dengan Basis Ilahiyah

Sangat jarang para orangtua atau guru pada masa sekarang ini mendidik anaknya dengan merujuk pada khazanah Islam, khususnya pelajaran yang terdapat dalam kitab suci al-Quran. Orang tua dan guru, malah lebih banyak merujuk pada tokoh dunia entertainment, kartun dan komik yang berasal dari luar Islam. Bukannya tidak boleh, tetapi jika anak dibesarkan dan dididik dengan dunia seperti itu, sangat besar kemungkinan tidak memiliki hasrat terhadap kearifan yang bersumber Ilahiyah. Anak menjadi tidak mengenal figur teladan seperti Nabi Muhammad saw dan para ulama atau ilmuwan-ilmuwan Muslim terdahulu.

Memang harus diakui bahwa persoalan mengurus dan mendidik anak itu gampang-gampang susah. Selain harus tidak bersifat menggurui, juga harus bisa memahami dunia anak. Jika tidak memerhatikan dua hal ini, dipastikan “gagal” dalam menciptakan generasi unggul di masa depan. Bukankah anak-anak kita merupakan penentu kesuksesan dan kemajuan bangsa di masa depan? Pasti kita semua menjawab “ya”. Itu sebabnya, para orang tua tak segan-segan memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan atau sekolah yang bermutu, meskipun dengan harga yang luar biasa (mahal).

Namun, percayakah Anda bahwa dengan pendidikan mahal, anak kita bisa menjadi manusia yang unggul dan harapan di masa depan? Tidak ada yang bisa menjamin bahwa dengan memasukkan pada sekolah yang mahal anak bisa cerdas, pintar, dan memahami hakikat hidupnya di dunia ini.

Mengapa bisa? Sebab pendidikan formal yang ada di kelas-kelas hanya memenuhi kebutuhan nalar (knowledge) yang menjadikan manusia cenderung materialis dan cinta dunia (hubuddunya) sehingga lupa tujuan hidup yang sebenarnya. Tentu, kesalahan ini lahir akibat tidak seimbangnya memberikan asupan pendidikan pada anak, terutama dalam asupan nilai-nilai spiritual (agama). Memberikan pendidikan spiritual tidak hanya tugas ustadz atau ulama, tapi juga para orang tua, guru sekolah atau para wali anak yang lebih dekat interaksinya dengan anak dalam kesehariannya. Namun, dalam pemberian asupan spiritual pun tidak boleh asal-asalan. Bukannya menjadi manusia harapan bangsa dan agama, malah menjadi perusak bangsa dan jauh dari Allah. Karena itu, sudah saatnya bagi para orang tua untuk memberikan asupan pendidikan bagi anak-anaknya dengan metode yang benar dan sesuai dengan tuntutan yang berdasarkan Islam, salah satunya dengan meneladani sosok manusia arif Luqman al-Hakim.

Mengapa mesti Luqman? Ya, kita semua mengetahui bahwa Luqman al-Hakim adalah seorang manusia yang diberikan hikmah oleh Allah. Luqman al-Hakim dalam mendidik anaknya menanamkan dasar-dasar keyakinan berupa ajaran tauhiid dan kemandirian serta konsistensi dalam berperilaku maupun beraktivitas. Kisah yang paling tekenal dari Luqman adalah perjalanan bersama anaknya yang membawa binatang tunggangan yang sepanjang perjalanan diejek dan dicemooh masyarakat. Setiap kali mengikuti saran masyarakat, bukannya benar malah disalahkan pula di masyarakat lainnya. Akhirnya, Luqman tidak mengikuti saran masyarakat karena kebenarannya bersifat relatif alias tidak dapat dipegang.

Dari perjalanan itulah, Luqman mengajarkan kepada anaknya kebenaran sejati (tauhiid) yang diabadikan dalam al-Qur`an surat Luqman [31] ayat 13-19. Jika dicermati pesan pendidikan Luqman al-Hakim ini diawali dari tauhiid, lalu pelaksanaan syariah, dan disempurnakan dengan pendidikan akhlak mulia. Untuk mencapainya memerlukan asupan-asupan gizi, makanan halal dan baik, lingkungan yang sehat, pengetahuan yang proporsional sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak, merupakan nutrisi-nutrisi penting yang dibutuhkan anak.

Meskipun bukan termasuk seorang Nabi atau Rasul, tapi keistimewaan dan kewibawaan Luqman al-Hakim selaku orang tua senantiasa menjadi buah bibir sepanjang zaman. Karena itu, sosok Luqman yang dalam hal ini posisinya sebagai orang tua menjadi penentu masa depan anak. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah saw bersabada: “Semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanya menjadikan ia Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana halnya binatang melahirkan anak binatang secara sempurna, apakah kalian rasa terdapat cacat pada anak binatang itu? Itulah fitrah Allah yang berdasarkan fitrah itu Dia menciptakan manusia.”

Jelas, dalam hadis tersebut bahwa pendidikan dini merupakan tonggak tumbuh kembangnya anak hingga dewasa. Dan menjadi sosok yang memiliki multiple intelligences (intelektual, spiritual, emosional, dan kemampuan mengatasi kesulitan). (daaruttauhiid)