Mengapa Belajar Ilmu Hadis itu Penting?

Hadis atau as-Sunnah merupakan dasar bagi ajaran Islam. Hadis adalah salah satu pokok syariat. Berfungsi sebagai sumber syariat Islam yang kedua setelah al-Quran.

Bayan Al-Quran

Umat Islam diharuskan mengikuti dan menaati Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Taat kepada Allah caranya yakni dengan mengikuti ketentuan yang tertera dalam al-Quran, baik itu berupa perintah maupun larangan-Nya. Menaati Rasul artinya mengikuti Rasulullah tentang segala perintahnya dan juga terhadap larangannya, dengan kata lain mengikuti sunnahnya.

Karena itu pengajaran dari hadis yang diakui, harus diikuti dan diamalkan oleh umat Islam sama halnya dengan keharusan mengikuti al-Quran. Sebab hadis merupakan interpretasi (bayan) dari al-Quran. Melihat kedudukan hadis yang sangat penting, maka setiap pribadi muslim harus mempelajari hadis dan ilmunya.

Dasar Amal Syariat

Hal ini bertujuan agar dapat mengetahui dan memahami hal ihwal hadis secara maksimal untuk mengamalkan syariat. Baik itu untuk melakukan istinbath hukum dan agar mengetahui problematikanya lalu dapat meletakkan hadis pada proporsi yang sebenarnya. Untuk pengamalan syariat dan istinbath hukum dengan mempergunakan hadis, kita harus mengetahui hadis dan derajatnya. Apakah hadis yang dipakai untuk dalil itu shahih, hasan, atau dhaif. Karena itu menjadi penting mempelajari ilmu mengenai hadis, mencakup ilmu riwayah maupun ilmu dirayah.

Memahami hadis secara jelas merupakan keharusan bagi umat Islam. Sering kita tahu tentang sebutan hadis, tapi tidak jelas yang mana hadis itu. Padahal kita memperoleh hadis untuk keperluan pengamalan ajaran Islam sehari-hari. Dengan ilmu riwayah diketahui hadis secara teoritik dan diketahui dari sisi periwayatnya.

Sejarah Pengumpulan

Hadis mulai dikodifikasi secara resmi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai terkoleksi pada akhir abad ketiga hijriah dalam kitab mushannaf, kitab musnad, kitab sunan, dan kitab shahih. Dari hadis-hadis yang ditabung pada kitab-kitab hadis tersebut walaupun telah melalui seleksi oleh para mudawin-nya, diketahui bahwa kualitasnya pun beragam. Ada yang shahih, hasan, dan dhaif bahkan maudhu. Dari hal demikian maka penting sekali mempelajari ilmu hadits dirayah yang berisi kaidah penentu maqbul dan mardud-nya hadis.

Tadwin hadis sebagai proses periwayatan telah selesai pada abad ketiga hijriyah. Namun untuk kemudahan pemahaman teks, sejak abad keempat hijriyah ditekuni upaya pembinaan teks hadis berupa penyusunan kitab kitab. Seperti jami’, zawaid, takhrij, athaf, syarah, mukhtashar, dan lain-lain.

Sejarah ini pun perlu diketahui oleh umat Islam. Riwayat hadis merupakan sejarah perkembangan hadis sampai terkoleksi pada diwan atau kitab. Sedangkan sejarah perkembangan hadis berlanjut sampai kapan pun berupa deskripsi tentang upaya pembinaan hadis sebagai dasar syariat Islam.

Oleh karena itu, dimaklumi pula bahwa kedudukan hadis sebagai dasar ajaran Islam mengalami persepsi dan pandangan bervariasi. Baik itu di kalangan umat Islam sendiri maupun pandangan dari luar umat Islam. Problematika ini bersumber dari aspek sejarah periwayatan hadis dan karena kondisi kualitas hadis itu sendiri.

Di sini letak pentingnya memahami kaidah atau kriteria yang digunakan muhadditsin dalam menyeleksi hadis. Kaidah tersebut tersusun secara berkembang pada ilmu hadis dirayah, baik yang berkaitan dengan rawi, sanad, maupun matan-nya. Siapa pun dapat melanjutkan pengkajian kualitas hadis dengan menggunakan kaidah-kaidah yang tersusun dan petunjuk dari hasil karya para muhaddits terdahulu; serta mendapat bantuan dari teori dan metodologi dari ilmu-ilmu lain yang relevan. (Gian)