Menggali Kearifan Lokal dari Masjid Ampel

Jika Anda sedang berada di Surabaya atau hendak ke Kota Pahlawan tersebut, ada baiknya tidak melewatkan tempat ini. Wisata religi berbalur dengan wisata budaya ada di sini. Apalagi jika Anda adalah seorang muslim, mengunjungi Masjid Ampel adalah kemestian.

Tidak sekadar ikut salat berjamaah atau berziarah ke makam salah satu tokoh Wali Songo yang dikebumikan di sini, tapi Anda juga bisa melihat banyak keunikan yang jarang ditemui di masjid lain di Indonesia.

Ya. Masjid Ampel punya banyak hal menarik. Mulai dari latar belakang sejarah berdirinya masjid di Jalan Pertukangan I, Surabaya ini, arsitektur yang sarat makna, hingga tradisi atau kebiasaan masyarakat di sekitar masjid yang masih hidup hingga sekarang. Tradisi atau kebiasaan itu mencerminkan kearifan budaya Nusantara. Budaya adi luhung yang selaras dengan prinsip dasar dalam Islam.

Yuk, kita bedah satu persatu keunikan dari masjid ini.

Wali Songo dan Kerajaan Majapahit
Awal mula adanya Masjid Ampel tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Wali Songo dan Kerajaan Majapahit. Ini karena masjid tersebut didirikan oleh Sunan Ampel, yang merupakan salah seorang Wali Songo (tokoh penyebar Islam di tanah Jawa) pada masa Kerajaan Majapahit. Sekitar pertengahan abad ke-15 M, yakni pada masa pemerintahan Raja Brawijaya yang diyakini menjadi muslim di usia lanjutnya.

Adalah Raden Rahmatullah atau Raden Rahmat, seorang alim ulama dari negeri Champa, Kamboja, yang memperoleh izin dari Raja Brawijaya. Izin untuk mendiami dan membangun komunitas muslim di lahan seluas 12 hektar di daerah Ampel Denta atau Surabaya. Nah, dari nama daerah inilah (Ampel), Raden Rahmat digelari dengan nama Sunan ampel.

Sunan Ampel lalu membangun Pesantren Kembang Kuning dan Masjid Ampel sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam di pesisir timur Pulau Jawa. Dakwah yang dilakukan Sunan Ampel mendapat sambutan hangat dari masyarakat setempat. Jika sebelumnya masyarakat sekitar pesantren banyak yang memeluk Agama Hindu/Buddha, tidak sedikit yang berpindah keyakinan. Hal ini dikarenakan cara dakwah Sunan Bonang yang simpatik. Tidak memaksa apalagi mengintimidasi. Tapi dengan cara mengenalkan keindahan Islam melalui budi pekerti yang luhur, dan menghargai budaya atau kearifan budaya lokal setempat.

Arsitektur Sarat Makna
Salah satu upaya Sunan Bonang ‘mengawinkan’ budaya lokal dengan nilai-nilai Islam, tampak dari bagaimana Masjid Ampel dibangun. Arsitektur masjid tersebut sangat kental menyerap budaya Jawa (Hindu/Buddha), seperti adanya bangunan seperti gapura, arca, atau ukiran khas masyarakat Jawa.

Selain itu, ketika hendak memasuki masjid, Anda akan menemukan lima gapura atau gerbang masuk yang masing-masing punya makna terkait Rukun Islam. Yakni gapuro paneksen (kesaksian/syahadat), madep (menghadap/salat), ngamal (beramal/zakat), poso (puasa), dan munggah (haji).

Saat menjejaki halaman masjid, kita akan melihat pemandangan yang membetot mata. Ada menara masjid menjulang tinggi. Menambah keanggunan Masjid Ampel. Selain megah, menara ini ternyata masih asli sejak awal masjid tersebut dibangun. Pun ketika memasuki bagian dalam masjid atau ruang utama untuk salat. Ada 16 tiang penyangga dari kayu jati. Tiang-tiang ini punya tinggi 17 meter dan berdiameter 60 sentimeter. Bisa dibayangkan bagaimana proses membangun dan meletakkan ke 16 tiang penyangga pada masa itu. Tentu membutuhkan kerja keras dan semangat luar biasa.

Keunikan Tradisi dan Mitos
Ada tradisi unik yang dapat dapat Anda jumpai ketika berkunjung ke Masjid Ampel. Yakni tradisi ziarah ke makam Sunan Ampel. Makam dari wali songo tersebut memang berada di sekitar komplek masjid, bersama dengan makam beberapa anggota keluarga dekat dari Sunan Ampel.

Nyaris setiap hari makam Sunan Ampel selalu ramai oleh para peziarah. Tidak hanya dari warga sekitar, tapi juga dari masyarakat luar Kota Surabaya bahkan dari luar Pulau Jawa. Untuk menjaga para peziarah tidak terjerumus dalam perilaku syirik (menduakan keesaan Allah), pengurus masjid melarang peziarah yang hendak salat di area pemakaman.

Selain itu, mereka juga senantiasa dingatkan agar meluruskan niat saat berdoa atau meminta sesuatu. Berdoa hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Karena tidak sedikit dari peziarah yang berkeyakinan jika berdoa di dekat makam Sunan Ampel, maka doanya akan terkabul. Belum lagi dengan adanya mitos-mitos seputar masjid yang jika tidak kritis menyikapinya, bisa menggerus keimanan seorang muslim.

Selain area pemakaman yang selalu ramai, bagi Anda pecinta kuliner, ada kawasan di sekitar masjid yang menyajikan menu makanan khas Timur Tengah. Seperti nasi kebuli, roti maryam, atau beragam jenis korma. Setelah tuntas menunaikan ibadah di masjid ini, tidak ada salahnya memanjakan lidah dengan menikmati kelezatan makanan-makanan khas Arab.

Keunikan-keunikan tersebut menunjukkan betapa negeri ini begitu kaya dengan budaya adi luhung/kearifan lokal. Berpadu dengan nilai-nilai religi, kearifan lokal tersebut bukannya memudar, tapi semakin jelas keindahannya. Dan itu terlihat jelas ketika kita mengunjungi Masjid Ampel. Masjid warisan masa lalu Nusantara yang gemilang. (daaruttauhiid)