Nabi Idris, Duta dan Teknokrat Pertama yang Menggemparkan Penduduk Langit

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS. Maryam [19]: 56-57)

Nabi Idris as adalah generasi keenam keturunan Nabi Adam. Idris bukanlah nama asli melainkan sebutan (gelar) dari kata darasa yang artinya belajar. Gelar ini dilekatkan kepadanya karena ia menunjukkan semangat belajar yang luar biasa. Ia mempelajari 60 suhuf yang telah Allah berikan kepada Nabi Adam as dan Nabi Syits as, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Tidak heran bila Nabi Idris mampu tampil menjadi pribadi dengan cara pandang dan wawasan yang luas.

Dalam kitab tafsirnya, Ibnu Katsir menuturkan keluasan wawasan Nabi Idris meliputi: 1) Kemampuan berhitung (matematika), 2) Kemampuan tulis-menulis, 3) Kemampuan jahit-menjahit, 4) Kemampuan berkuda, dan 5) Kemampuan bidang astronomi.

Dalam bidang matematika, Nabi Idris mengenalkan konsep hitungan berupa tambah, kurang, kali, dan bagi. Dan dalam proses penghitungannya, ia menjadikan angka 6 dan kelipatannya sebagai patokan. Cara ini dilakukan merujuk kepada wahyu ilahi yang mengatakan penciptaan langit dan bumi oleh Allah lakukan dalam enam masa. Patokan ini masih bisa kita saksikan karena digunakan dalam penghitungan waktu (jam) sampai masa sekarang (yaitu 1 jam=60 menit, 1 menit=60 detik, dan seterusnya). Subhanallah.

Dalam bidang tulis-menulis, Nabi Idris menulis dengan cara menggoreskan simbol, huruf, atau angka menggunakan sebilah batu atau kayu di atas lempengan lumpur tipis yang mulai mengering. Lalu, lempengan lumpur tersebut dijemur sampai kering agar menjadi keras. Dengan cara inilah, tulisan (terutama suhuf) pada waktu itu bisa diwariskan kepada generasi berikutnya, sehingga transfer ilmu bisa dilakukan dengan objektif dan ilmiah.

Dalam bidang jahit-menjahit, Nabi Idris as telah terampil membuat pakaian. Ia memakai pakaian yang dijahit sendiri menggunakan tangannya. Melalui proses menjahit inilah, pakaian Nabi Idris menjadi berbeda dengan pakaian yang lainnya, yaitu lebih modis (karena bahan yang digunakan bisa digabungkan dengan bahan lain) dan dinamis (karena sesuai dengan tekstur badan pemakainya). Kemampuan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat Qabil sehingga mereka akhirnya mau berinteraksi dan menerima dakwah Nabi Idris.

Selanjutnya keterampilan berkuda. Perlu diketahui bahwa sebelumnya, kuda merupakan hewan liar yang dibiarkan begitu saja. Padahal kuda ini oleh Allah bekali kemampuan berlari dengan kencang. Atas karunia Allah SWT, Nabi Idris menjadi orang pertama yang mampu menjinakkan kuda dan mendayagunakannya sebagai kendaraan pertama. Sehingga, Nabi Idris as menjadi perintis (orang pertama) yang mampu menempuh perjalanan jauh dalam waktu relatif singkat. Sejak saat itu pula, Bani Adam menjadi semakin bertebaran di muka bumi menjelajahi daratan yang terbentang luas.

Ada pun dalam bidang astronomi, Nabi Idris telah pandai menentukan arah. Beliau tidak memaknai bintang-bintang sebatas hiasan langit di malam hari saja. Ia menyadari ada formasi tetap di balik gemerlapnya taburan bintang-bintang yang bisa dijadikan patokan manusia di bumi. Ia pun menerapkan formasi bintang itu sebagai penunjuk arah saat bepergian di malam hari agar tidak tersesat dalam perjalanan. Keterampilan inilah yang menjadi awal munculnya penjelajahan di darat dan lautan tanpa batas waktu.

Berbekal wawasan luas dan keyakinan yang kuat terhadap suhuf Allah SWT, Nabi Idris as ditugaskan menjadi duta pertama untuk mendakwahi masyarakat Qabil. Ia memanfaatkan keterampilannya sebagai pemikat.  Melalui keterampilan ilmu hitung (matematika), tulis-menulis, jahit-menjahit, berkendara, dan astronomi, Nabi Idris dikenal sebagai teknokrat pertama yang dikagumi. Semua keterampilan yang beliau ajarkan berhasil mengalihkan perhatian masyarakat Qabil dari budaya memuaskan hawa nafsu menjadi fokus membangun peradaban manusia.

Semangat dan dedikasi Nabi Idris dalam berdakwah sangat luar biasa. Ia tidak pernah jemu menemui  masyarakat Qabil dari satu kampung ke kampung lainnya. Memang jumlah masyarakat Qabil lebih banyak di banding Bani Adam yang hanif saat itu. Namun Nabi Idris as tetap telaten memaksimalkan ikhtiar mengeluarkan masyarakat Qabil dari “lembah kejahiliyahan dan kegelapan” menuju cahaya Allah SWT. Akhirnya, Allah berkehendak mengangkatnya menjadi Nabi dengan menganugerahkan 30 suhuf kepadanya.

Nabi Idris memang pribadi berkarakter tegas. Ia menyerukan kebenaran dengan lantang dan lugas sehingga masyarakat menggelarinya Asadul Usud yang memiliki arti singa dari segala singa. Baginya tidak ada kata lelah. Kecintaannya kepada dunia dijauhkan karena menurutnya cinta dunia dan akhirat tidak akan pernah bertemu dalam satu hati. Profil inilah yang menjadikannya populer di kalangan penduduk langit (para malaikat). Di dalam beberapa kitab tafsir disebutkan bahwa Allah mengangkatnya ke martabat tinggi dengan memanggilnya ke langit ke-4 dan mewafatkannya di sana agar malaikat yang “rindu” kepadanya bisa menyaksikan kematiannya. Wallahu a’lam. (Ust. Edu)