Persalinan, Caesar, ASI, dan Kisah si Bakteri Baik

Ada dunia rahasia dalam tubuh manusia yang akan menentukan sehat tidaknya dan panjang pendeknya harapan hidup manusia. Layaknya bumi ini yang menjadi tempat hidup bagi beragam jenis makhluk hidup. Ada yang hidup harmonis dan saling berdampingan. Ada pula yang saling mengalahkan. Maka, tubuh manusia layaknya sebuah planet mikro bagi sebuah ekosistem internal yang meliputi triliunan mikroorganisme yang hidup berdampingan atau saling bermusuhan antara satu sama lain.

Miliaran bakteri baik pun tumbuh di mulut, rongga mulut, rongga hidung, kerongkongan, di sekitar gusi, di kantong rongga pleura (sekitar paru-paru). Mereka pun tinggal dan membentuk koloni di dalam perut, usus, vagina, di sekitar rektum, dalam persendian, di bawah ketiak, bawah kuku, di antara jari kaki, saluran kemih, dan banyak lagi.

Ada pun jumlah terbesar dari probiotik berada di saluran pencernaan, khususnya usus besar. Itulah mengapa, jumlah mikroorganisme di dalam spesimen tinja ialah kira-kira 1012 organisme per gram (lima puluh atau enam puluh persen dari berat kering bahan tinja dapat terdiri dari bakteri dan mikroorganisme lain). Telah pula dihitung bahwa seorang dewasa mengekskresikan 3 x 1013 bakteri setiap harinya di dalam tinja; kebanyakan dari sel-sel tersebut tidak hidup. (Irianto, 2006:171)

***

Boleh jadi, timbul pertanyaan, ”Kapankah kehidupan mikroorganisme muncul dalam tubuh manusia?” Semua berawal ketika terjadinya proses kelahiran yang alami. Ketika janin mulai melewati saluran rahim selama proses persalinan, dia mengalami kontak dengan mikroorganisme baik. Selaput mukosal sang janin di daerah mata, hidung, dan rongga mulut terpapar mikroorganisme baik. Dari sana, mikroorganisme melanjutkan perjalanan ke dalam saluran usus, di mana mereka menetap dan membentuk koloni. Dengan demikian, hadiah pertama yang diberikan seorang ibu kepada bayinya adalah bakteri baik atau probiotik. Namun dengan syarat, kelahirannya harus dilakukan secara alami bukan melalui operasi caesar.

Bagaimana dengan bayi yang dilahirkan melalui operasi caesar? Hasil penelitian (Gronlund et al, Clin Exp Allergy 1999) memperlihatkan keberadaan bakteri menguntungkan seperti halnya Bifidobakteria pada bayi yang lahir cesar akan tertunda. Padahal, bakteri baik seperti Bifidobakteria, yang diperoleh pada periode awal kelahiran, diperlukan untuk mengenali dan membentuk toleransi terhadap zat-zat asing yang masuk ke tubuh. Dominasi Bifidobakteria dalam saluran cerna terbukti dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga bisa membantu kekebalan lokal di daerah pencernaan pada bayi. Itulah mengapa, bayi yang dilahirkan secara caesar biasanya memiliki angka kejadian alergi dan infeksi yang lebih tinggi daripada bayi yang dilahirkan secara normal.

Namun demikian, bayi yang dilahirkan melalui operasi caesar masih mungkin menyamai bayi yang lahir normal. Akan tetapi, dia membutuhkan waktu setidaknya sampai 6 bulan. Itu pun dengan syarat ibunya harus memberi asupan ASI yang cukup.

***

Apa hubungan ASI dengan ketersediaan bakteri baik dalam saluran pencernaan? Asupan ASI yang diberikan ibu kepada bayinya berperan penting dalam membantu kemapanan dari koloni bakteri baik. ASI mengandung berbagai senyawa pendukung pertumbuhan bakteri baik yang dikenal sebagai prebiotik.

Hal ini sekaligus memberikan jawaban tentang mengapa bayi wajib diberi ASI. Salah satunya adalah agar dia mendapatkan asupan nutrisi yang bisa memperkuat koloni bakteri baik di ususnya. Oleh karena itu, pada bayi yang mendapatkan ASI, risiko terkena infeksi jauh lebih rendah daripada bayi yang mendapatkan susu formula. Sebagus apa pun susu formula, daya dukung terhadap tumbuh kembang bakteri baik di usus tidak sehebat ASI dan tidak akan pernah mampu menandingi ASI.

Tim peneliti dari Duke University Medical Center pernah melakukan sebuah percobaan dengan menumbuhkan dua strain bakteri E.coli dalam contoh ASI, susu formula bayi (baik susu kedelai atau sapi), serta susu sapi. Bakteri tersebut kemudian mulai berkembang biak dan berlipat ganda. Namun, ada perbedaan pada cara mereka bertumbuh. Pada contoh ASI, bakteri itu saling menempel dalam bentuk lapisan biofilm, yaitu menjadi lapisan tipis yang berfungsi sebagai pelindung dari mikroorganisme berbahaya dan infeksi. Ada pun bakteri dalam susu formula dan susu sapi tumbuh sebagai organisme individual yang tidak membentuk lapisan biofilm. Hal ini memberikan gambaran jelas bagaimana keunggulan ASI pada bayi baru lahir dibandingkan susu formula.

Pada perkembangan selanjutnya, dengan semakin kompleks makanan yang dikonsumsi, bakteri yang menjadi penghuni usus pun semakin beragam. Mereka kemudian membentuk komunitas tersendiri yang jumlahnya bisa mencapai triliunan. Jumlah mereka pun pada akhirnya mampu melebihi keseluruhan sel yang ada di dalam tubuh manusia.

Hal menarik lainnya, jenis bakteri yang ada dalam usus manusia berbeda-beda tergantung pada faktor lingkungan, metode persalinan, pemberian ASI, sampai dengan jenis makanan yang dikonsumsi. Meski sama-sama di Asia, bisa jadi bakteri di usus orang Indonesia berbeda dengan bakteri yang ada di usus orang Vietnam atau Filipina. (Tauhid Nur Azhar)