Sejarah Wakaf Uang hingga Era Modern Saat Ini

DAARUTTAUHIID.ORG | Dalam sejarah gagasan wakaf uang tidak sepenuhnya baru. Beberapa catatan menunjukkan bahwa konsep ini telah dikenal sejak masa Dinasti Utsmani pada abad ke-15 Masehi. Saat itu, wakaf uang dipraktikkan secara luas di wilayah Turki dan sekitarnya sebagai salah satu bentuk inovasi dalam pengelolaan dana umat.

Memasuki abad ke-20, konsep wakaf uang kembali mendapatkan perhatian seiring dengan munculnya gerakan revitalisasi ekonomi Islam di berbagai negara. Dunia Islam mulai menyadari bahwa wakaf tidak harus selalu berbentuk fisik, tetapi bisa berupa dana tunai yang dikelola secara profesional dan transparan.

Beberapa negara seperti Mesir, Sudan, dan Malaysia mulai mengembangkan sistem wakaf uang dengan dukungan lembaga keuangan syariah. Di Malaysia, wakaf uang (cash waqf) dikelola oleh lembaga resmi seperti State Islamic Religious Council (SIRC) dan terintegrasi dengan sistem perbankan Islam, menjadikannya model pengelolaan wakaf modern yang efisien dan berkelanjutan.

Di Indonesia, wacana wakaf uang mulai berkembang pesat pada awal tahun 2000-an. Puncaknya, pada tahun 2002 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa tentang Wakaf Uang yang menyatakan bahwa wakaf uang hukumnya jawaz (boleh) dan sah digunakan selama pokok dana tidak berkurang serta dikelola secara syariah.

Fatwa ini kemudian diperkuat dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006, yang secara resmi mengatur dan melegalkan praktik wakaf uang di Indonesia. Sejak itu, lembaga-lembaga seperti Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan sejumlah nazhir profesional mulai mengembangkan program wakaf produktif dalam bentuk dana tunai.

Wakaf uang di era modern tidak hanya memiliki nilai ibadah, tetapi juga fungsi sosial-ekonomi yang strategis. Melalui pengelolaan yang baik, dana wakaf dapat digunakan untuk:

  • Membiayai pendidikan dan beasiswa,
  • Membangun fasilitas kesehatan,
  • Memberdayakan ekonomi umat,
  • Serta mendukung kegiatan sosial dan kemanusiaan.

Model ini memungkinkan wakaf menjadi sumber pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance) dalam konteks ekonomi Islam modern. Selain itu, wakaf uang mendorong inklusi sosial, karena siapapun tanpa memandang besar kecilnya harta dapat ikut serta dalam amal jariyah.

Sejarah menunjukkan bahwa wakaf uang lahir dari semangat inovasi dan ijtihad ulama untuk menyesuaikan ajaran Islam dengan kebutuhan zaman. Dari masa Kekaisaran Utsmani hingga era digital saat ini, wakaf uang terus berkembang sebagai instrumen ekonomi syariah yang relevan, produktif, dan berdampak sosial tinggi. (Arga)