Utamanya Berakhlak Mulia

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. al-Ahzab [33]: 21)

Rasulullah saw adalah rujukan utama tentang akhlak mulia bagi seluruh umat manusia. Bahkan hingga hari ini, kemuliaan akhlak Muhammad Rasulullah diketahui dan diakui oleh semua orang, hingga mereka yang beragama selain Islam sekali pun.

Karena sesungguhnya, secara naluriah siapa pun akan mencintai akhlak mulia. Seorang guru akan mencintai muridnya yang berakhlak mulia, meskipun prestasinya dalam pelajaran biasa-biasa saja. Namun sebaliknya, seorang guru cenderung tidak menyukai muridnya yang memiliki prestasi menjulang dalam pelajaran, tetapi berakhlak buruk.

Demikianlah keutamaan akhlak mulia. Apalah artinya gelar berderet-deret jika akhlaknya buruk. Apalah gunanya jabatan mentereng namun akhlaknya buruk. Tiada artinya limpahan harta kekayaan yang dimiliki jika diperoleh dengan cara yang tidak jujur, mencuri, korupsi, memanipulasi dan sejenisnya. Tiada artinya pula jabatan yang tinggi jika dijalani tanpa rasa amanah dan tanpa tanggung jawab.

Segala kekayaan duniawi yang berlimpah tidak akan berbuah menjadi kebaikan, jika tidak diiringi dengan kemuliaan akhlak. Namun, kefakiran jika diiringi dengan kemuliaan akhlak, maka itulah kekayaan sejati!

Ada seorang fakir yang tetap menjaga izzahnya, kehormatannya, dengan cara tetap bekerja meski penghasilannya kecil, atau tetap berdagang meski keuntungannya tidak seberapa. Namun, ia menjauhkan dirinya dari meminta-minta apalagi mencuri. Dalam pandangan orang lain mungkin ia tampak miskin dan menderita, padahal ia adalah orang merdeka, hatinya lapang, tanpa beban dan berbahagia karena akhlaknya yang terpelihara.

Sedangkan di tempat yang lain, ada orang yang sibuk mengakal-akali anggaran, menilep uang yang bukan haknya, demi memperkaya diri sendiri. Sungguh malang orang yang demikian, ia buta hati, mengejar hal yang dianggapnya sumber kebahagiaan padahal sumber petaka. Dalam pandangan orang lain mungkin ia terlihat sejahtera dan bahagia, padahal di balik itu ia menyimpan kegelisahan yang besar karena takut perbuatannya terungkap, takut terjerat masalah hukum, dan seterusnya terbelit dalam kebohongan. Betapa malang orang yang demikian. Hidup di dunia terasa sempit, di akhirat pun tidak akan jauh berbeda.

Inilah salah satu dari keutamaan orang yang memelihara kemuliaan akhlak. Akhlak mulia adalah buah dari tauhid yang lurus dan ibadah yang terpelihara. Semua ini merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Semakin kokoh iman seseorang kepada Allah SWT, semakin benar dan baik ibadahnya mengikuti sunnah Rasulullah saw, maka akan semakin mulia akhlaknya.

Sebagaimana hadis Rasulullah bahwa beliau diutus oleh Allah ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Bukhari)

Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang memiliki akhlak mulia. Barangsiapa yang beriman dan berakhlak mulia, maka niscaya Allah akan membalasnya dengan ganjaran yang begitu besar.

Rasulullah bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat timbangannya dari akhlak mulia ketika diletakkan di atas mizan (timbangan amal) dan sungguh pemilik akhlak mulia akan mencapai derajat orang yang mengerjakan saum dan salat.” (HR. Abu Daud dan at- Tirmidzi)

Maka dari itu sahabatku, beruntunglah orang-orang yang bertekad menjadikan dirinya sebagai pemilik akhak mulia. Ia bersikap ramah, lemah-lembut, penyayang, peduli, empati, amanah, jujur, bertanggung jawab, semata-mata hanyalah mengharap rida Allah SWT. Bukan penilaian makhluk yang diharapkan dan ia cari. Apalah artinya penghargaan dari makhluk dibandingkan penghargaan dari Allah Yang Maha Memiliki segalanya. Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah yang demikian. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin. (KH Abdullah Gymnastiar)