Adab dan Ilmu

Adab dan Ilmu

Saudaraku, mana dahulu yang terpenting bagi kita, belajar adab atau belajar ilmu? Orang kalau langsung belajar ilmu tanpa belajar adab, itu ilmu hanya menambah kesombongan, nambah ujub takabur, dan ria. Ilmu itu pun tidak akan manfaat untuk dirinya dan orang lain. Tapi kalau ilmu pakai adab, ilmu itu lebih mudah dipelajari oleh dia, lebih mudah untuk jadi amal, dan lebih mudah untuk disampaikan. Adab dan Ilmu.

Contoh sederhananya adab, ngasihnya sesuatu yang tapi bagus, adabnya yang gak bagus. Ke istri, misalkan ngasih uang ke istri, dilemparkan dan uang itu uang logam. Di Jepang, petugas tol memberikan kembalian berdiri dan menggunakan dua tangan. Enak melihatnya.

Adab dan Ilmu

Jadi bukan masalah perbuatannya, tapi adabnya. Ini yang sekarang bermasalah di negeri kita. Adab anak ke orang tua, adab murid ke guru, benar? Perkara adab ini! Orang yang tidak punya adab, ilmunya tidak akan bermanfaat, selain menambah kesombongan dan ujub. Karena dia tidak akan mengamalkan ilmunya dan tidak mendapatkan keberkahan dari ilmu tersebut.

Para ulama itu masya Allah, rata-rata belajar adab dulu. Ada yang belajar ada 30 tahun, baru 27 tahun belajar syariat. Tentu adab juga ilmu, karena Imam Malik pernah berkata, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu, sebagaimana Yusuf al-Husein, berkata, ‘dengan mempelajari adab, maka engkau akan mudah mempelajari ilmu.’”

Ibnu Mubarak berkata, “Mempelajari adab itu 30 tahun, sedang mempelajari ilmu itu 20 tahun.” Ibnu Sirrin berkata, “Mempelajari petunjuk adab sebagaimana mereka menguasai ilmu. Kamilah lebih mudah mempelajari adab daripada menguasai banyak hadis, karena kalau orang adabnya bagus, ilmu itu mudah diserap.”

Jadi, yang pertama adalah adab menuntut ilmu. Adab yang pertama dalam belajar adalah adab kepada Allah. Karena Allah SWT adalah pemilik ilmu. Apa adabnya? Niat. Ya Allah aku mencari ilmu agar bisa mengabdi kepada-Mu, bisa berada di jalan-Mu, total.

Innashalati wanusuki wamahyaya wamamati lilahi rabbil alamin. Sesunguhnya salatku, ibadahku, hidupku, matiku untuk Allah. Ngelmu supaya dekat ke Allah, mencari ilmu supaya hidupnya istiqamah di jalan Allah, dan mencari ilmu supaya manfaat kepada makhluk-makhluk Allah. Lillahitaala, bukan masalah gelar, pangkat, pujian, penghasilan. Tidak! Melainkan karena Allah cinta kepada orang yang berilmu dan beriman sehingga diangkat derajatnya. Ini dalilnya:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Mujadalah [58]: 11).

Jadi, pupuk iman adalah ilmu. Pemandu amal adalah ilmu. Dan yang membagikan ilmu adalah Allah SWT. Makanya niatnya harus mengabdi ke Allah dengan ilmu ini. Kita diciptakan untuk mengabdi kepada Allah. Ini dengan ilmu. Makanya, wajib bagi muslimin dan muslimat mencari ilmu karena Allah saja.

Dengan ilmu, kita bisa dekat dengan Allah. Dengan ilmu kita bisa manfaat. Perkara nanti karir, pangkat, jabatan, rezeki, itu mah sudah jaminan Allah. Tidak usah ribet. Apa yang sudah dijamin Allah, jangan dipikirkan. Pikirkanlah apa yang diwajibkan oleh Allah.

Kedua, adab mencari ilmu adalah doa, karena yang punya ilmu adalah Allah. Allah tahu siang malam, setiap lirikan mata, apa yang ada dalam pikiran, apa yang diucapkan, niat dibalik ucapan, diamalkan atau tidak ucapan ini,

apakah ilmu yang disampaikan karena nafsu, ingin berpengaruh, atau kelihatan keren atau mencari keridaan Allah. Allah tahu, tidak bisa dibohongi.

Ketiga, adab mencari ilmu—kepada Allah—adalah  jangan menolak perintah dan larangan Allah sesuai dengan nafsu. Yang keempat adabnya, ilmu itu harus membuat takut kepada Allah.

Kalau dengan belajar, makin takut, khauf dan raja’-nya kepada Allah, itulah sebetulnya ilmu yang bagus dan benar. Yang disebut ulama itu, yang dengan ilmunya bisa membuat takut kepada Allah.

“Dan demikian pula di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Fathir [35]: 28).

Yang kedua, dan yang paling penting adalah adab kepada guru. Mengapa, karena guru itu adalah jalan sampainya ilmu Allah kepada kita. Sedang bagian dari rasa syukur, orang yang paling bersyukur ke Allah adalah orang yang paling bersyukur kepada yang jadi jalan karunia.

Ketiga, adab ke diri sendiri dengan ilmu. Ilmu itu kuncinya adalah amal. Ada yang tahu, mendengar. Ada yang paham, belajar. Ada yang bisa dengan mujahadah, riyadhah; melatih diri terus mengamalkannya. Dan, tahapan selanjutnya, adab ke diri sendiri dengan ilmu adalah istaqamah. (KH. Abdullah Gymnastiar)