Ashabul Kahfi: Memilih Mati dalam Level  ImanTertinggi

“Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka”. (QS al-Kahfi/18:18).

Suatu ketika raja Diqyanius selesai menyelenggarakan sebuah pesta dan tidak melihat keenam mentrinya. Maka ia bertanya kepada pembesar lainnya. Ia mendapatkan jawaban bahwa para mentri telah menanggalkan keimanannya dari sang raja Diqyanus, menuju Raja baru yang diimaninya yaitu Raja langit dan bumi.

Raja Diqyanus marah. Ia menyiapkan sejumlah pasukan berkuda untuk melacak jejak keberadaannya. Semua daerah diidentifikasi. Hasilnya nihil sampai akhirnya mereka mendapati sebuah gua. Mereka mencoba memasukinya namun rasa takut menyeruka di dalam dada. Selanjutnya, Raja Diqyanus mendatangkan tukang batu agar menutup rapat pintu gua agar andaikata ada orang di dalamnya terkurung dan akan meninggal di sana.

Menurut kitab Fadha‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah dituliskan bahwa Allah SWT memerintahkan malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah menugaskan dua Malaikat untuk membolak-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah juga memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat terbenam dari arah kiri.

Waktu bergulir. Masa yang amat panjang telah dilalui. Allah SWT mengembalikan kembali nyawa mereka setelah 309 tahun berlalu. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan baru terbangun dari tidurnya. Mereka lapar dan mereka saling bertanya, siapakah yang bersedia menuju kota untuk membeli makanan. Tamlikha menyanggupi. Demi keamanan, ia meminjam baju penggembala.

Tamlikha menapaki jalan ke kota. Ia menemukan kondisi yang berbeda sekali dengan sebelumnya. Terlebih setelah ia berada di dekat pintu gerbang kota. Ia melihat sebuah bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan, “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah”. Ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang yang belum pernah dikenalnya. Setibanya di sebuah pasar, ia membeli beberapa roti.

Penjual roti kaget. Uang yang dibawa Tamlikha berukuran besar dan berat, uang yang sudah tidak berlaku lagi di masanya. Kejadian ini pun viral sampai terdengar ke kerajaan. Dan Tamlikha pun dibawa menghadap.

Raja meminta pengawal untuk menemui keluarganya. Seorang lelaki tua pada awalnya tidak mengetahui Tamlikha. Setelah dialog cukup lama, lelaki tua itu pun bersimpuh, meyakini Tamlikha adalah kakek moyangnya. Selanjutnya, raja menanyakan perihal kelima temannya. Tamlikha mengatakan bahwa mereka masih berada di dalam gua. Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.

Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya di dekat gua, Tamlikha meminta agar dirinyalah yang menemui mereka agar tidak terjadi salah paham.

Semua berhenti menunggu Tamlikha. Segera setelah menemui teman-temannya, Tamlikha memberitahukan tentang kuasa dan kehendak Allah, bahwa raja Diqyanus telah meninggal 3 abad silam dan berganti dengan masyarakat yang memegang teguh kerasulan Nabi Isa a.s. Selanjutnya Tamlikha menyampaikan kondisi masyarakat menyambut kehadiran mereka di luar gua.

Para mentri bersujud penuh syukur atas anugerah ini. Dan mereka menyerahkan kepada Tamlikha apa yang selanjutnya harus mereka lakukan.

Tamlikha menegaskan bahwa tantangan di depan akan lebih berat daripada sekedar menghindarkan diri dari siksaan Diqyanus, yaitu fitnah popularitas dan pengkultusan yang bisa menjerumuskan tidak hanya mereka melainkan lingkungan sekitar dan generasi pelanjutnya. Ia telah merasakan Kemahakuasaan dan kehendak Allah dan menatapkan menginginkan kematian dalam kondisi iman seperti ini.

Para mentri termasuk penggembala menyetujui sikap ini. Selanjutnya mereka bermunajat kepada Allah. Atas kuasa dan kehendak-Nya, Allah mengabulkan doa mereka dengan memerintahkan Malaikat maut untuk mencabut nyawa mereka. Dan mereka pun meninggal membawa keimanan tertinggi di dalam jiwanya. Wallahu a’lam.