Bagaimana Hukum Masturbasi dalam Islam? Apakah Diperbolehkan?
DAARUTTAUHIID.ORG | Salah satu perkara yang kerap kali ditanyakan adalah hukum Masturbasi dalam Islam. Masturbasi merupakan rangsangan diri secara fisik dari organ-organ kemaluan eksternal untuk merasakan kenikmatan seksual.
Secara bahasa Arab kata mastrubasi dikenal dengan istilah al-istimna yang berarti air mani. Secara istilah, istima’ ialah mengeluarkan air mani secara sengaja dengan tangan sendiri atau selain tangan istrinya.
Jika merujuk pada surat Al-Mu’minun ayat 5-7 maka praktek mastrubasi diharamkan secara mutlak:
“Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”
Ayat di atas tegas memerintahkan agar setiap orang berimana menjaga kehormatan alat kelamin kecuali terhadap istri dan budaknya. Budak dalam hal ini ialah ialah budak yang didapat dalam peperangan untuk membela Islam.
Dalam Fikih Remaja Kontemporer yang ditulis oleh Abu Al-Ghifari menyebutkan bahwa kebiasaan masturbasi sulit dihentikan, meski banyak yang tahu itu tidak baik. Bahkan, ada yang berpandangan bahwa masturbasi lebih baik daripada berzina.
Jika merujuk pada 4 imam Mazhab, berikut hukum mengenai Mastrubasi diantaranya ialah:
Pertama, Ulama Hanabilah
Mansur bin Yunus bin Idris Al-buhtawi menyampaikan orang yang istimna’ atau masturbasi dengan tangannya karena takut berzina atau menyiksa diri boleh melakukannya jika belum mampu menikah.
Hal berbeda dalam kitab Ghayatu Al-Muntahi, orang yang melakukan istimna’ dengan tangannya baik itu laki-laki atau perempuan tanpa adanya hajat maka hukumnya haram dan tindakan tersebut termasuk perbuatan tercela.
Kedua, Ulama Syafi’iyah
Imama Syairiza dalam kitabnya Al-Muhadzab menyampaikan, haram melakukan istimna’ karena perbuatan tersebut termasuk memutuskan keturunan. Maka sesungguhnya perbuatan ini ta’zir dan tidak ada had baginya.
Ketiga, Ulama Hanafiyah
Dalam kitab Raddu Al-Muhtar yang ditulis oleh Ibnu Abidin menyampaikan bahwa istimna’ dengan menggunakan tangan itu hukumnya haram jika bertujuan untuk memancing syahwat.
Namun, apabila syahwatnya bergejolak sedangkan ia belum mempunyai istri atau budak perempuan maka ia boleh melakukan perbuatan istimna’ dengan tujuan untuk menenangkan syahwatnya.
Di sisi lain ulama Hanafiyah mewajibkan istimna’ bagi orang dalam situasi memuncak nafsu seksnya hingga tidak bisa dikendalikan. Demi menyelamatkan dirinya dari perbuatan zina yang lebih besar dosanya.
Keempat, Ulama Malikiyah
Menurut sebagian dari ulama Malikiyah mengatakan istimna’ hukumnya haram. Pada dasarnya apabila istimna’ itu mubah maka hal tersebut akan mengisyaratkan bahwa perbuatan istimna’ itu ialah perbuatan yang mudah.
Semoga penjelasan mengenai hukum martrubasi dalam pandangan fiqih yang disampaikan oleh para ulama semakin memperkuat keimanan dalam meninggalkan maksiat dan perbuatan tercela. (Arga)