Bolehkah Seorang Perempuan Melamar Laki-Laki yang Dia Sukai?

Dalam tradisi Islam proses lamaran selalu dilakukan oleh laki-laki kepada keluarga perempuan. Dalam acara lamaran tersebut keluarga perempuan akan memberikan jawaban apakah diterima atau ditolak sebuah lamaran tersebut. Jika diterima maka diteruskan tahap akad nikah.

 Hal ini dilandasi pada surat Al-Baqarah ayat 235:

 وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.”

Lantas bagaimana jika seorang perempuan yang ingin melamar seorang lelaki yang memikat hatinya? Apakah seorang perempuan diperkenan melamar terlebih dahulu?

Pada umumnya Islam tidak membatasi seorang perempuan mengajukan lamaran kepada seorang lelaki. Selama masih dalam koridor dan adab yang baik maka hal tersebut sah saja untuk dilakukan.

Terlebih jika seorang perempuan sudah mengenali akhlak dan keperibadian seorang laki-laki yang dia sukai. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan suami yang shaleh. Artinya, bukan semata karena latar belakang dunia.

Bagaimana cara melamar wanita yang paling wajar. Bisa juga dilakukan dengan cara berikut:

Pertama, menawarkan diri langsung kepada orang bersangkutan. Sebagaimana yang diceritakan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pada hadis di atas. Demikian pula disebutkan dalam riwayat lain dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Ada seorang wanita menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menawarkan dirinya:

“Ya Rasulullah, saya datang untuk menawarkan diri saya agar anda nikahi.” Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperhatikannya, beliau tidak ada keinginan untuk menikahinya. Hingga wanita ini duduk menunggu. Kemudian datang seorang sahabat, ‘Ya Rasulullah, jika anda tidak berkehendak untuk menikahinya, maka nikahkan aku dengannya.” (HR. Bukhari)

Kedua, melalui perantara orang lain yang amanah. Orang yang menjadi perantara boleh dari keluarga, ayah, ibu, atau teman. Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, ketika putrinya Hafshah selesai masa iddah karena ditinggal mati suaminnya, Umar menawarkan Hafshah ke Utsman, kemudian ke Abu Bakr radhiyallahu ‘anhum. Umar mengatakan:

“Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku akan nikahkan Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun. Saat itu aku lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman….” (HR. Bukhari)

Hal ini pernah dilakukan Khadijah radhiyallahu ‘anha, beliau melamar Muhammad sebelum menjadi Nabi melalui perantara temannya, Nafisah bintu Maniyah. Lalu lamaran tersebut disetujui semua paman-pamannya dan juga paman Khadijah. (Arga)