Hati-hati Prasangka!

Siapapun yang menegakkan tauhid, sudah menjadi sunnatullah, dibenci oleh orang yang bertentangan visinya. Kita lihat Rasulullah, luar biasa akhlaknya, tidak ada cacatnya. Bicaranya benar, janjinya selalu ditepati, gelarnya al-Amin. Ketika mulai menyuarakan Laa ilaaha illallah, semua berbalik. Yang suka menjadi murka, kawan menjadi lawan, yang dekat menjadi jauh.

Ketika tauhid ditegakkan, maka akan timbul reaksi. Siapa yang reaksinya paling kuat? Yaitu orang yang tidak bertauhid, yang menuhankan dunia; harta, jabatan, kedudukan. Lalu bagaimana sikap Rasulullah? hanya satu hal, yaitu istiqamah, konsisten dengan apa yang disampaikannya. Tidak gentar, tidak terpengaruh oleh apa pun. Karena Rasulullah menyampaikan risalah tauhid bukan supaya ditaati orang, tapi membuat orang taat pada Allah. Tapi karena prasangka dan kecintaan pada dunia, semua kesempurnaan yang ada pada Rasulullah seolah menghilang dari orang-orang yang menentangnya.

Ada prasangka, ada fakta. Prasangka itu dilarang oleh Allah. “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa,” (QS. al-Hujurat [49]:12). Orang yang berprasangka, juga Allah hujamkan kegelisahan di hatinya. Orang yang berprasangka menjadi buta dan tuli terhadap kenyataan. Yang dia cari bukan kebenaran, tapi pembenaran atas prasangkanya.

Makanya, setelah prasangka, orang menjadi tajassus, mencari-cari yang bukan hak atau pun kewajibannya, mengorek-ngorek hal yang bukan tanggungjawabnya di dunia dan akhirat. Setelah tajassus, berlanjut menjadi suatu hal yang paling dibenci Allah, paling hina dan menjijikkan, yaitu ghibah, sesuatu yang dalam al-Quran diumpamakan seperti manusia kanibal.

Berprasangka buruk melahirkan banyak hal buruk. Gara-gara suudzhan terhadap  seseorang, tertutup pintu untuk kita mengambil ilmu dan hikmah dari orang tersebut. Gara-gara suudzhan, jadi buruk hati, tajasus, ghibah, dan terhina. Makanya suudzhan disebut sebagai seburuk-buruk perkataan. Yang Allah senangi itu fakta. Berbuat berdasarkan fakta tidak akan berat, akan tenang hatinya.

Dengan husnuzhan, kita bisa melihat banyak hikmah. Kalau suudzhan, dibimbingnya oleh syetan. “Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah, kami biarkan syetan menyesatkannya dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh, mereka (setan-setan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. az-Zukhruf [43]: 36-37).

Jadi bagaimana membedakan kita berada di jalan Allah atau tidak? Kalau benar-benar berada dalam kebenaran, ada hadiah dari Allah, yaitu keyakinan. Orang yang yakin, tenang hatinya, mantap, dan istiqamah. Orang yang sok tahu, hatinya tidak tenang. Bisikan setan tidak akan pernah membuat hati tenang meski menyangka dirinya ada dalam kebenaran. Ciri dosa itu ada dua, gelisah dan takut ketahuan. Karena hidup tidak akan tenang dengan maksiat. Hidup akan tenang dengan marifat. [KH. Abdullah Gymnastiar]