Hukuman Bagi Pelaku Rudapaksa Menurut Islam

Hukuman Bagi Pelaku Rudapaksa Menurut Islam – Orangtua mana yang rela jika masa depan putrinya telah dirusak oleh orang lain. Terlebih lagi jika yang menjadi korban pemerkosaan adalah anak-anak yang masih belia, yang masih panjang perjalanan hidupnya dalam meraih masa depan. Sudah sepantasnya mereka yang telah berbuat dzalim, yang telah berbuat kerusakan di bumi harus mendapatkan hukuman yang setimpal, yang benar-benar bisa memberi efek jera bagi pelaku.

Pemerkosaan termasuk pada perzinaan, sehingga hukuman bagi yang melakukan pemerkosaan adalah hukuman hadd zina. Namun, yang harus diperhatikan dalam memberikan hukuman hadd zina apabila telah ada 4 orang saksi atau pengakuan dari pelaku, maka hukuman tersebut layak untuk diberikan. Dan jika salah satu dari 2 syarat tersebut tidak terpenuhi maka dapat dikenakan hukuman ta’zir untuk memberikan efek jera bagi pemerkosa.

Jenis-jenis Hukuman bagi Pemerkosa dalam Hukum Islam

Agama Islam sangat menjunjung tinggi keadilan, sebab keadilan sangat erat kaitannya dengan ketaqwaan seseorang, yang berarti orang tersebut benar-benar dapat mematuhi apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang. Adapun hukuman yang setimpal, yang layak bagi mereka yang melakukan perbuatan keji berdasarkan jenisnya, di antaranya:

Pertama, pelaku pemerkosaan tanpa memberikan ancaman dengan menggunakan senjata diberi hukuman yang sesuai dengan hukuman orang yang berzina. Jika pelaku adalah muhshan (pernah menikah secara sah dan merasakan jima’, baik masih menikah ataupun sudah bercerai) maka hukumnya dirajam, yaitu dikubur setengah badannya di tanah lalu dilempari batu kerikil tajam hingga mati. Selanjutnya,  jika pelaku adalah ghoiru muhshan (belum menikah), maka dicambuk sebanyak 100 kali dan diasingkan dalam waktu satu tahun.

Ibnu Abdil Barr menjelaskan, “Para ulama telah bersepakat hukuman bagi pelaku pemerkosaan adalah hukuman hadd. apabila terdapat bukti yang mewajibkan baginya hadd atau ia mengakui perbuatannya. Jika tidak memenuhi hal tersebut (yaitu bukti atau pengakuannya), maka baginya hukuman (ta’zir). ( Al-Istidzkaar 7/146, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, Asy Syamilah).

Imam Malik mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.” (Al-Muwaththa’, 2:734)

Imam Sulaiman AlBaji AlMaliki mengatakan, “Wanita yang diperkosa, jika dia wanita merdeka (bukan budak), berhak mendapatkan mahar yang sewajarnya dari laki-laki yang memperkosanya. Sementara, pemerkosa dijatuhi hukuman had (rajam atau cambuk). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Al-Laits, dan pendapat yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Sementara, Abu Hanifah dan Ats-Tsauri mengatakan, ‘Dia berhak mendapatkan hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar.’”

Kemudian, Imam Al-Baji melanjutkan, “Dalil pendapat yang kami sampaikan, bahwa hukuman had dan mahar merupakan dua kewajiban untuk pemerkosa, adalah bahwa untuk hukuman had ini terkait dengan hak Allah, sementara kewajiban membayar mahar terkait dengan hak makhluk ….” (Al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa’, 5:268).

Kedua, pelaku pemerkosaan memberikan ancaman dengan menggunakan senjata, diberi hukuman yang sesuai dengan hukuman bagi perampok. Dalam Al-Qur’an disebutkan penjelasan mengenai hukuman bagi perampok, “Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33)

Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam Minhajus Salikin menjelaskan ayat ini: “Yang dimaksud ayat ini adalah orang-orang yang mengganggu masyarakat dengan perampokan, perampasan atau pembunuhan. Bila mereka membunuh dan merampas harta, hukumannya dibunuh dan disalib. Bila mereka hanya membunuh, dijatuhi hukuman mati. Bila mereka hanya merampas, hukumannya dipotong tangan kanan dan kaki kiri. Bila mereka hanya membuat teror, hukumannya diasingkan dari negerinya.

Dengan demikian, hukuman yang diberikan bagi pelaku pemerkosaan disesuaikan dengan tingkat kejahatannnya. Jika pemerkosaan dilakukan tanpa ancaman senjata maka hukuman yang diberikan adalah hukuman hadd  (dirajam atau dicambuk), dan jika pemerkosaan dilakukan dengan ancaman senjata, maka pengadilan dapat memilih salah satu di antara empat pilihan hukuman, yaitu dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki dengan bersilang, atau diasingkan, yang mana yang paling sesuai dan bisa memberi efek jera bagi pelaku. Selain itu, juga dapat menjadi  pelajaran bagi yang lainnya agar tidak melakukan perbuatan yang serupa, sehingga terwujudlah keadilan dan masyarakat dapat merasa aman dan tentram. Wallahu a’lam bishawab. (Eva Ps El Hidayah)

daaruttauhiid.org