Kenali Pendidikan Santri Siap Guna

Masyarakat telah merasakan bahwa program pendidikan pesantren berbasis pengembangan nilai-nilai tasawuf yang tercermin dalam pendidikan tauhid dan pembinaan akhlak telah menjadi kebutuhan, baik itu dari kalangan remaja hingga dewasa, bahkan lanjut usia. Prof. Azyumardi Azra mengatakan bahwa perkembangan masyarakat sekarang ini dan di masa yang akan datang ditandai dengan kesalahan tujuan (disorientasi) dan kesalahan tempat (dislokasi), telah memunculkan kecenderungan kuat pada banyak kalangan untuk menggapai pengalaman spiritualitas dan keberagamaan yang lebih intens, lebih syahdu, dan lebih bermakna. Maka dibutuhkan variasi-variasi baru dalam pendidikan keimanan dan akhlak untuk kondisi dewasa ini.

Santri Siap Guna

Daarut Tauhiid (DT) pun tidak monoton dalam menyebarkan misi tauhid dan pembinaan akhlak pada program kajian semata, salah satunya lewat Santri Siap Guna (SSG). Program SSG merupakan program pendidikan dan latihan dalam membentuk kepribadian baik dan kuat (BAKU) dengan penekanan pada pengetahuan agama dan umum sebagai dasar dalam pembinaan kepribadian. Proses pembinaan lebih dominan pada aktivitas fisik dibandingkan dengan kegiatan di dalam ruangan. Sering kali juga melibatkan kerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam proses pendidikannya.

Program SSG merupakan program yang dapat diikuti oleh masyarakat umum, baik dari kalangan mahasiswa, karyawan, pengusaha, pedagang dan lain sebagainya. Kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga bulan dengan dua belas kali pertemuan, yang mana kegiatan biasanya dilaksanakan selama dua hari, yakni Sabtu dan Ahad dalam setiap pekan.

Pemaduan dan Aplikatif

Sebagaimana Didi Nur Jamaluddin & Sobirin tulis pada Analisis Program Pendidikan Pesantren Daarut Tauhid Bandung dengan Pendekatan Nilai Tasawuf  berdasarkan para alumninya, Program SSG memberikan kesan yang sangat menarik dan menyenangkan. Program ini memadukan konsep dan teori serta aplikasi secara langsung. Setiap santri mendapatkan materi yang berkaitan dengan hati (qalbu) sehingga diharapkan mampu menjadi pribadi yang memiliki tingkah laku yang terpuji.

Kegiatan di penghujung Program SSG ialah kegiatan pengabdian social, yang mana di akhir program biasanya diselenggarakan kegiatan pengabdian langsung terhadap masyarakat. Para alumni SSG menuturkan setelah mengikuti program ini menjadikan mereka sebagai manusia yang memilki motivasi tinggi untuk lebih dekat kepada Allah Ta’ala. Selain itu juga program SSG melatih budaya disiplin mereka, sehingga minimal memiliki keterampilan budaya rapi dan bersih.

Ada juga kegiatan jalan menyusuri alam dengan berbagai macam aktivitas outbound, sehingga metode pendidikan menjadi lebih bermakna dan menyenangkan. Sikap kerja sama, produktivitas kerja, dan disiplin dalam melaksanaan ibadah salat menjadi indikator utama dalam proses pendidikan.

Solo Bivak

Ada pun kegiatan tinggal di tengah hutan seorang diri (solo bivak) melatih peserta SSG untuk berani bertahan dengan kewaspadaan. Mengelola keadaan diri sendiri tanpa memiliki rasa takut, selain itu juga untuk menanamkan kesadaran bahwa Allah Ta’ala akan memberikan perlindungan kepada hamba-Nya. Tentu proses itu sudah dikondisikan oleh panitia penyelenggara untuk memastikan kondisi hutan tersebut dalam kondisi aman dari berbagai macam hewan yang berbahaya.

Ini sebagaimana saran Iman Hasan al-Bashri dalam menghadapi dampak materialisme dan hedonisme yang merebak saat ini. Beliau berkata untuk senantiasa mengimplementasikan sifat zuhud yakni tidak tertarik pada kemewahan hidup, lalu khauf yakni ekspresi jiwa yang diliputi ketakutan akan dosa yang telah diperbuatnya kalau-kalau tidak mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala. Selanjutnya ialah raja’ yakni sikap optimisme kepada Allah Ta’ala akan pengampunan dosa dan rida-Nya, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ketiga sikap inilah yang coba ditanamkan pada setiap peserta SSG. (Gian)

ket: ilustrasi foto diambil saat sebelum pandemi