Konsep Fiqih Muamalah dalam Istilah Syariah

(Eva Puspitasari, M.Ud)

Zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf merupakan istilah-istilah dalam ilmu syariat. Memahami berbagai macam istilah dalam ilmu syariat adalah hal yang sangat penting meskipun istilah-istilah tersebut sudah tidak asing lagi dikalangan umat muslim dan juga sudah dikenal serta dilaksanakan oleh umat muslim sejak lama. Namun, jika salah memahami istilah-istilah tersebut dapat berakibat fatal hingga akhirnya menyimpang atau melakukan kesalahan antara niat dengan amal. Oleh karena itu, para ulama terdahulu senantiasa mempelajari dan menjelaskan berbagai macam istilah dalam ilmu syariat secara terperinci dan detail agar mudah dipahami nantinya.

Manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial tentunya diwajibkan untuk saling tolong-menolong  dalam kebaikan dan kebenaran terutama dalam mengentaskan kemiskinan juga kesenjangan sosial. Berbagai macam cara pun dilakukan agar dana bantuan yang akan diberikan dapat tersalurkan tepat sasaran dengan baik dan benar. Adapun caranya dapat dilakukan melalui infaq, shadaqah, wakaf, wasiat, hibah serta sejenisnya yang mana hal itu merupakan pranata keagamaan yang memiliki kaitan secara fungsional. Dengan demikian, mereka yang lemah dan yang membutuhkan bantuan  dapat terjamin kesejahteraannya melalui bantuan tersebut. [1]

Zakat

Zakat menurut bahasa adalah tumbuh, suci, berkah, berkembang, subur atau bertambah sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an, “Ambilah (sebagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka….” (QS. At-Taubah: 103). Sedangkan menurut istilah, zakat adalah nama pengambilan tertentu dari sejumlah harta yang tertentu yang telah mencapai syarat tertentu, dan diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimannya dengan persyaratan tertentu. [2]

Dalam rukun Islam kata zakat berada pada posisi ketiga setelah shalat yang berada pada posisi kedua dari lima rukun Islam lainnya. Selain itu, kata zakat dan shalat pun selalu disebutkan secara beriringan, dalam Al-Qur’an sebanyak 82 ayat. Allah telah menetapkan kewajiban untuk mengeluarkan zakat[3] sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah:  43)

Dalam hadits dari Ibnu Abbas disebutkan bahwa tatkala Nabi Muhammad SAW mengutus Mu’adz bin Jabal r.a. untuk menjadi qadhi di Yaman, beliau bersabda, “Engkau akan mendatangi suatu kaum dari golongan Ahli Kitab. Langkah awal yang mesti dilakukan, hendaklah engkau menyeru mereka untuk mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka menerima itu, beri tahu bahwa Allah SWT telah mewajibkan mereka supaya mengerjakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika ini telah mereka taati, sampaikan lah bahwa Allah SWT telah mewajibkan zakat pada harta benda yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Jika hal ini mereka penuhi, hendaklah engkau menghindari harta benda mereka yang berharga dan hindarilah doa orang yang teraniaya karena tidak ada batas tabir antara dirinya dan Allah.” (HR. Al-Jamaah)

Dengan demikian dapat dipahami bahwa zakat merupakan nama dari sesuatu hak Allah yang wajib dikeluarkan baik berupa zakat nafs/fitrah maupun zakat maal oleh seorang muslim/muslimah yang  berakal, baligh, memiliki harta sendiri dan sudah mencapai nisab. Adapun yang berhak menerima zakat ada 8 golongan, yaitu fakir, miskin, amil zakat, mu’allaf, riqab, gharimin, sabilillah, dan ibnu sabil sebagaimana  yang tertera dalam suratAal-Baqarah ayat 215 .

Infaq

Infaq menurut bahasa adalah mengeluarkan sesuatu untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut istilah, infaq adalah mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasilan secara sukarela untuk suatu kepentingan/kemaslahatan umat Islam sesuai dengan tuntutan dalam syariah.[4] Dalam Al-Qur’an dianjurkan untuk mengeluarkan infaq, “Hai orang-orang yang beriman, berinfaklah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji,”{Q.S.Al-Baqarah (2):  267}.

Dalam surat lain disebutkan bahwa  besar kecilnya harta yang dikeluarkan untuk berinfaq tergantung pada kondisi seseorang, “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).

Selain itu, infaq boleh diberikan kepada siapapun juga, misalkan untuk kedua orang tua, anak yatim, anak asuh dan sebagainya, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 215)

Dengan demikian dapat dipahami bahwa infaq adalah sebuah pengorbanan (pembelanjaan) harta yang dikeluarkan dan tidak ada nisabnya baik dalam bentuk uang ataupun materi lainnya pada kebaikan atau di jalan Allah baik dalam kondisi yang lapang maupun sempit dan boleh diberikan kepada siapapun.

Bersambung….

 

Referensi:

[1] M. Ali Hasan, Zakat Dan Infaq: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial Di Indnesia (Jakarta: Kencana, 2006). Hlm.13.

[2] K.H. Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002). Hlm. 7.

[3] Sayyid Sabiq, penj. Nor Hasanudin, Lc, MA, dkk, Fiqih Sunnah, Jilid 1, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006). Hlm. 497.

[4] K.H. Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis tentang Zakat, Infaq, dan Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998). Hlm. 14-15.