Larangan Meminta-minta

Setiap manusia yang lahir ke  dunia ini adalah salah satu dari hasil upaya berjuangnya seseorang yang awal mulanya berbentuk sperma. Mereka bersaing dengan jutaan sel sperma lainnya untuk mendapatkan posisi tunggal di dalam sel telur. Itu adalah bukti bahwa setiap manusia yang lahir telah memiliki jiwa pejuang semenjak Allah ciptakan ia dari bentuk sel.

Tetapi sayangnya saat ini sering ditemukan orang-orang yang menurunkan derajat dirinya di hadapan orang lain agar dikasihani dan diberikan sesuatu oleh orang lain. Padahal ia masih diberikan nikmat hidup oleh Allah, dan tidak sedikit juga yang masih lengkap organ tubuhnya tetapi ia memilih untuk meminta-minta kepada orang lain.

Menjadi orang yang suka meminta-minta bukan hanya dilakukan oleh orang yang sering disebut pengemis yang sering ditemukan di jalan-jalan. Tetapi orang yang dalam kondisi normal, hidup dengan kecukupan dan layak pun tidak sedikit yang sering meminta-minta kepada orang lain. Padahal ia tidak benar-benar membutuhkan hal tersebut. Orang seperti ini bisa juga disebut orang yang bermental pengemis. Padahal Nabi mengajarkan kepada umatnya agar menghindari perilaku suka meminta-minta karena perilaku tersebut menggambarkan orang yang enggan berusaha lebih atau pemalas.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْلِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.” (HR. Muslim no. 1041).

Beberapa hadits lain juga banyak yang menyebutkan terkait dengan larangan atau kehinaan orang yang suka meminta-minta. Tetapi bukan berarti kita benar-benar dilarang untuk meminta sesuatu atau bantuan kepada orang lain. Islam memperbolehkan meminta-minta asalkan dalam kondisi yang benar-benar terdesak sehingga pilihan satu-satunya adalah meminta sesuatu atau bantuan kepada orang lain.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ

“Sesungguhnya, meminta-minta itu adalah topeng yang dikenakan seseorang pada dirinya sendiri, kecuali bila seseorang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat memaksa.” (HR. At-Tirmidzi no. 681, ia berkata: “hasan shahih”).

Dibolehkan seseorang meminta-minta kepada orang lain jika dalam keadaan fakir dan darurat sebagaimana ditegaskan dalam Hadits Junadah. Ulama sepakat akan haramnya meminta-minta jika tidak dalam keadaan darurat. An-Nawawi ketika menjelaskan bab “An-Nahyu ‘anil Mas’alah” (larangan meminta-minta) beliau mengatakan,

مَقْصُودُ الْبَابِ وَأَحَادِيثِهِ النَّهْيُ عَنِ السُّؤَالِ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ إِذَا لَمْ تَكُنْ ضَرُورَةٌ

“Maksud dari bab ini dan hadits-hadits yang ada di dalamnya adalah larangan meminta-minta. Ulama sepakat hukumnya terlarang jika tidak dalam keadaan darurat” (Syarah Shahih Muslim, 7/127).

Meminta-minta dalam keadaan tidak fakir dan tidak darurat, termasuk dosa besar, karena diancam dengan azab di akhirat. (Wahid)