Perjalanan Bisnis Nabi Muhammad

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, dari Sayyidina ‘Ali bahwa seorang laki-laki datang menemui Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam menanyakan tentang usaha yang lebih baik. Beliau bersabda, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap transaksi jual beli yang dibenarkan. Allah sesungguhnya menyukai orang beriman yang profesional, dan orang yang menderita karena membiayai keluarganya tak ubahnya seperti pejuang di jalan Allah ‘azza wa jalla.”

Profesionalitas dan Kepercayaan

Hadis ini memberikan tuntunan kepada umat Islam untuk senantiasa profesional dalam pekerjaan dan perdagangan. Ditambah lagi jika kita lihat profil Rasulullah saw, beliau merupakan seorang wirausahawan sejati yang sukses dan terkenal akan keamanahannya dalam berdagang. Nabi Muhammad kala masa mudanya masyhur bergelar al-Amin. Beliau digelari hal itu karena dipercaya memiliki kredibilitas yang tinggi.

Dalam dunia entrepreneur, kepercayaan adalah modal yang paling besar. Unsur kejujuran dan kepercayaan (trust) telah menjadi jiwa pada praktik dagang yang dicontohkan Rasulullah. Keterampilan dan akhlak berbisnis menjadi dua hal yang berjalan secara simultan. Nabi Muhammad benar-benar mengusung semangat bisnis yang benar-benar bersih, beretika, dan berprospek cerah. Beliau tidak sekadar mengucapkan tetapi mencontohkan perkara tersebut hingga berhasil menjadi pebisnis sukses pada zamannya.

Berdagang bersama Paman

Seperti dibahas oleh Novi Indriyani pada Perilaku Bisnis Muhammad SAW sebagai Entrepreneur dalam Filsafat Ekonomi Islam, saat dua belas tahun usianya, Rasulullah pertama kali mendapatkan pengalaman istimewa dalam berpetualang sekaligus berdagang. Sejak itulah Nabi Muhammad melakukan semacam magang (internship) yang berguna kelak ketika beliau mengelola bisnis sendiri. Saat itu beliau mengikuti pamannya untuk pergi berdagang ke Syam. Betapa rajinnya Nabi Muhammad di umur yang masih belia.

Pamannya lebih sering mengajak Nabi Muhammad berdagang ke luar daerah, dibanding mengajak anaknya sendiri. Bukan karena tidak sayang, melainkan karena pertimbangan efektif dan tidak efektif dalam perjalanan. Pengalaman-pengalaman yang dialami Rasulullah tersebut menjadikan beliau sebagai pribadi yang mandiri, pantang menyerah, kuat, dan selalu siap mengambil keputusan pada saat-saat sulit.

Saat bisnis pamannya suatu ketika mengalami kemunduran, Nabi Muhammad tidak lantas larut dalam kepedihan. Sebaliknya, dengan sigap ia segera mengambil keputusan. Mencari alternatif atas kemunduran bisnis sang paman hingga beliau menemukan solusi untuk melakukan perdagangan keliling sendiri.

Membangun Jaringan

Berbekal pengalaman dan keterampilannya dalam berdagang, Nabi Muhammad mulai menawarkan jasa menjualkan barang dagangan para saudagar kaya Mekah. Rasulullah sudah mahir berdagang dengan model seperti ini, karena sejak kecil ia sudah terbiasa menjual barang dagangan di sekitar Ka’bah pada musim haji. Pengalaman-pengalaman inilah yang membuat modal dasar bagi perkembangan jiwa entrepreneurship Rasulullah. Nabi Muhammad adalah pelaku bisnis yang saat usianya masih dua puluhan tetapi perdagangan beliau sudah menembus negara-negara tetangga.

Selain skill berdagang yang beliau miliki, Rasulullah juga memiliki keterampilan membangun hubungan (jaringan) dengan kepala suku-suku Kabilah Arab selaku kawan-kawan kakeknya. Nabi Muhammad sering mengajukan berbagai penawaran kepada saudagar kaya Mekah (syirkah dan mudharabah). Penawaran perdagangan ini melibatkan kaum perempuan, para janda, dan anak-anak yatim yang menjadi ahli waris terhadap harta ayah mereka.

Sejarah mencatat salah seorang di antara pemilik modal tersebut adalah seorang janda kaya bernama Siti Khadijah yang menawarkan satu kemitraan berdasarkan pada sistem bagi hasil (profit sharing). Dengan demikian, terbukalah kesempatan bagi Nabi Muhammad untuk memasuki dunia bisnis dengan cara menjalankan modal orang lain, baik dengan upah (fee based) maupun dengan profit sharing. (Gian)