Sebab Amalan Tidak Tercatat

عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Dari Aisyah, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Diangkat pena (tidak dikenakan dosa) atas tiga kelompok: orang tidur hingga bangun, anak kecil hingga baligh (mimpi basah), dan orang gila hingga berakal.’” (HR Ahmad, Ad Darimi dan Ibnu Khuzaimah).

Dari hadits di atas disebutkan bahwa malaikat pencatat amal mengangkat penanya atau seseorang tidak akan dikenai hukum dosa atas perbuatan yang dilakukannya, meskipun itu perbuatan dosa.

Orang yang Tertidur

Yang pertama adalah orang yang sedang tidur. Maksudnya adalah misalkan orang yang sedang mengigau saat sedang tidur kemudian memukul orang lain atau melakukan hal lainnya, maka orang tersebut tidak akan mendapat dosa atas perbuatannya. Karena ia melakukan tindakan tersebut dalam kondisi tidur.

Atau contoh lainnya adalah jika kita melalaikan shalat pasti kita akan mendapatkan dosa. Hal ini tidak berlaku kepada orang yang sedang tidur, maksudnya adalah bukan berarti orang yang sedang tidur ketika dibangunkan untuk melaksanakan shalat ia boleh menolak dan melanjutkan tidurnya, tentu salah. Tetapi yang dimaksud adalah jika seseorang tidur kemudian tidak ada orang yang membangunkannya dan ketika ia bangun ternyata sudah melewati waktu shalat, maka ia tinggal melaksanakan shalat yang telah ia tinggalkan karena sebelumnya masih dalam kondisi tidur. Bukan berarti juga tidak perlu melakukan shalat yang telah tertinggal.

Anak Kecil

Selanjutnya adalah anak kecil yang belum baligh (mimpi basah), ia tidak akan dikenai hukum atas perbuatan yang dilakukannya. Misalkan ada seorang anak yang mengganggu orang dewasa yang sedang melaksanakan shalat. Anak tersebut tidak akan mendapatkan dosa atas perbuatannya dikarenakan ia masih belum baligh, yang berarti ia belum memiliki pola pikir yang terbentuk dengan sempurna layaknya orang dewasa.

Tetapi anak yang belum baligh ternyata akan mendapatkan pahala jika ia melakukan kebaikan, hal ini merujuk pada Sabda Nabi,

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَقِيَ رَكْبًا بِالرَّوْحَاءِ فَقَالَ: مَنِ اَلْقَوْمُ? قَالُوا: اَلْمُسْلِمُونَ. فَقَالُوا: مَنْ أَنْتَ? قَالَ: رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَرَفَعَتْ إِلَيْهِ اِمْرَأَةٌ صَبِيًّا. فَقَالَتْ: أَلِهَذَا حَجٌّ? قَالَ: ” نَعَمْ: وَلَكِ أَجْرٌ  

“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah bertemu dengan suatu kafilah di Rauha’, lalu beliau bertanya : Siapa rombongan ini? Mereka berkata: Siapa engkau? Beliau menjawab: Rasulullah. Kemudian seorang perempuan mengangkat seorang anak kecil seraya bertanya: Apakah anak saya dapat pahala haji? Beliau bersabda: Ya, dan untukmu pahala.” (HR. Muslim).

Orang Gila

Yang terakhir adalah orang gila atau orang yang tidak berakal. Secara otomatis ini menjawab banyaknya pertanyaan yang sering muncul terkait dengan hukum orang gila. Sering kita melihat ada orang gila yang tiba-tiba menyerang orang lain, atau melakukan kejahatan di masyarakat. Ia tidak akan mendapatkan hukum dosa atas perbuatannya karena ia mengalami gangguan jiwa, bahkan dalam hukum negara pun orang gila tidak akan mendapatkan vonis jika melakukan kejahatan. Tentunya dengan pengujian terlebih dahulu apakah benar-benar gila atau hanya berpura-pura. (Wahid)