Sekilas Wakaf di Turki dan Mesir

Sejak abad ke-15, Kesultanan Turki Utsmani (Ottoman) dapat memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga Turki dapat menguasai sebagian besar wilayah Arab. Kekuasaan politik yang diraih oleh Dinasti Utsmani secara otomatis mempermudah penerapan syariat Islam, di antaranya adalah peraturan tentang wakaf.

Undang-undang

Salah satu undang-undang yang dikeluarkan pada masa dinasti Utsmani ialah peraturan tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang dikeluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Seperti yang dibahas oleh Solikhul Hadi pada Perkembangan Wakaf dari Tradisi Menuju Regulasi, undang-undang tersebut mengatur tentang pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya mencapai tujuan wakaf, dan melembagakan wakaf dalam upaya penertiban administrasi dan perundang-undangan.

Periode Ottoman menunjukkan kecenderungan ke arah kontrol negara terhadap wakaf yang lebih besar, dengan sistem anggaran dan akuntabilitas yang terpusat. Perubahan ini mengalihkan sistem wakaf dari sebuah kumpulan institusi amal yang independen dan saling melengkapi, menjadi sebuah alat kesejahteraan sosial embrional dari sebuah birokrasi pemerintahan. Di tengah-tengah perubahan ini, ada satu ciri yang masih bertahan yaitu wakaf dipandang sebagai sebuah institusi suci yang melayani kebutuhan komunitas muslim dan mendatangkan berkah bagi pemberi, pengelola, dan juga para ahli warisnya.

Ciri religius dari wakaf, terlepas dari apakah tujuannya keagamaan atau duniawi, ditekankan melalui peran yang diberikan kepada qādlī (hakim) agama. Wakaf biasanya dibuat dalam sebuah pernyataan tertulis (waqfiyyah) yang ditandatangani oleh seorang hakim dan terdaftar di pengadilan Islam. Wakif biasanya menunjuk seorang pengelola (mutawalli), untuk mengurus pemeliharaan harta wakaf, pengumpulan uang sewa atau zakat, dan pengalokasian pendapatan.

Khusus untuk wakaf yang besar maka dipekerjakan suatu tim yang terdiri dari sekretaris, penagih uang, dan tukang perbaikan. Mutawalli memegang peranan kunci dalam manajemen wakaf yang baik, dan posisi serta aktivitasnya harus diperkuat atau dimonitor qādlī.

Pada tahun 1287 H dikeluarkan undang-undang yang menjelaskan tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Utsmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus wakaf. Warisan undang-undang tersebut masih banyak dipraktikkan oleh negara-negara Arab sampai sekarang.

Perkembangan di Mesir

Di Mesir wakaf telah berkembang dengan menakjubkan karena memang dikelola secara profesional. Pada awalnya, Hakim Mesir di zaman Hisyam bin Abdul Malik yang bernama Taubah bin Namirlah yang pertama kali melakukan wakaf, yang pada waktu itu berupa tanah untuk bendungan. Lalu, beberapa puluh tahun kemudian, wakaf ditangani oleh salah satu departemen dalam pemerintahan. Meski begitu masih banyak juga masalah yang muncul dalam pengelolaannya, sehingga pemerintah Mesir terus melakukan pengkajian untuk mengembangkan pengelolaan wakaf dengan tetap berlandaskan pada syariat Islam.

Pada masa kekuasaan Muhammad Ali Pasha tahun 1891 M, aset-aset wakaf tidak teratur dan kurang dapat dimanfaatkan secara optimal. Melihat kondisi wakaf yang demikian di Mesir, lalu pemerintah berinisiatif mengatur perwakafan dengan cara membentuk Diwān al Waqf . Badan ini berwenang untuk mengatur dan mengurus harta wakaf serta membuat perencanaan untuk mengelola wakaf secara produktif. Perkembangan berikutnya pada tanggal 20 November 1913 Diwān al Waqf menjadi departemen, sehingga masalah wakaf di Mesir diurus langsung oleh kementerian (wazārat al waqf).

Sampai akhirnya pada tahun 1971, pemerintah Mesir membentuk badan wakaf yang bertugas melakukan kerja sama dalam memeriksa tujuan peraturan-peraturan dan program-program pengembangan wakaf. Badan ini juga bertugas mengusut dan melaksanakan semua pendistribusian wakaf serta semua kegiatan perwakafan agar sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Badan ini juga menguasai pengelolaan wakaf dan memiliki wewenang untuk membelanjakan dengan sebaik-baiknya, yang mana pengembangannya sesuai dengan perundang-undangan Mesir. Lebih jauh lagi, badan wakaf tersebut berwenang untuk membuat perencanaan, mendistribusikan hasil wakaf setiap bulan, membangun dan mengembangkan lembaga wakaf, dan membuat laporan serta menginformasikan hasil kerjanya kepada masyarakat. (Gian)